Sabtu, 28 Februari 2009

Flu Burung Ternyata Rekayasa Senjata Biologi AS & WHO

Saturday, February 28, 2009. Banda Aceh; Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari (59) bikin gerah World Health Organization (WHO) dan Pemerintah Amerika Serikat (AS). Fadilah berhasil menguak konspirasi AS dan badan kesehatan dunia itu dalam mengembangkan senjata biologi dari virus flu burung, Avian influenza (H5N1).

Setelah virus itu menyebar dan menghantui dunia, perusahaan-perusaha an dari negara maju memproduksi vaksin lalu dijual ke pasaran dengan harga mahal di negara berkembang, termasuk Indonesia .

Fadilah menuangkannya dalam bukunya berjudul Saatnya Dunia Berubah! Tangan Tuhan di Balik Virus Flu Burung. Selain dalam edisi Bahasa Indonesia, Siti juga meluncurkan buku yang sama dalam versi Bahasa Inggris dengan judul It’s Time for the World to Change. Konspirasi tersebut, kata Fadilah, dilakuakn negara adikuasa dengan cara mencari kesempatan dalam kesempitan pada penyebaran virus flu burung.

“Saya mengira mereka mencari keuntungan dari penyebaran flu burung dengan menjual vaksin ke negara kita,” ujar Fadilah kepada Persda Network di Jakarta , Kamis (21/2).

Situs berita Australia , The Age, mengutip buku Fadilah dengan mengatakan, Pemerintah AS dan WHO berkonpirasi mengembangkan senjata biologi dari penyebaran virus avian H5N1 atau flu burung dengan memproduksi senjata biologi. Karena itu pula, bukunya dalam versi bahasa Inggris menuai protes dari petinggi WHO.

“Kegerahan itu saya tidak tanggapi. Kalau mereka gerah, monggo mawon. Betul apa nggak, mari kita buktikan. Kita bukan saja dibikin gerah, tetapi juga kelaparan dan kemiskinan. Negara-negara maju menidas kita, lewat WTO, lewat Freeport , dan lain-lain. Coba kalau tidak ada kita sudah kaya,” ujarnya.

Fadilah mengatakan, edisi perdana bukunya dicetak masing-masing 1.000eksemplar untuk cetakan bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Total sebanyak 2.000 buku. “Saat ini banyak yang meminta jadi dalam waktu dekat saya akan mencetak cetakan kedua dalam jumlah besar. Kalau cetakan pertama dicetak penerbitan kecil, tapi untuk rencana ini, saya sedang mencari bicarakan dengan penerbitan besar,” katanya. Selain mencetak ulang bukunya, perempuan kelahiran Solo, 6 November 1950, mengatakan telah menyiapkan buku jilid kedua.

“Saya sedang menulis jilid kedua. Di dalam buku itu akan saya beberkan semua bagaimana pengalaman saya. Bagaimana saya mengirimkan 58 virus, tetapi saya dikirimkan virus yang sudah berubah dalam bentuk kelontongan. Virus yang saya kirimkan dari Indonesia diubah-ubah Pemerintahan George Bush,” ujar menteri kesehatan pertama Indonesia dari kalangan perempuan ini.

Siti enggan berkomentar tentang permintaan Presiden Susilo Bambang Yudhoyonoyang memintanya menarik buku dari peredaran. “Bukunya sudah habis. Yang versi bahasa Indonesia , sebagian, sekitar 500 buku saya bagi-bagikan gratis, sebagian lagi dijual ditoko buku. Yang bahasa Inggris dijual,” katanya sembari mengatakan, tidak mungkin lagi menarik buku dari peredaran.

Pemerintah AS dikabarkan menjanjikan imbalan peralatan militer berupa senjata berat atau tank jika Pemerintah RI bersedia menarik buku setebal 182 halaman itu.

Mengubah Kebijakan

Apapun komentar pemerintah AS dan WHO, Fadilah sudah membikin sejarah dunia. Gara-gara protesnya terhadap perlakuan diskriminatif soal flu burung, AS dan WHO sampai-sampai mengubah kebijakan fundamentalnya yang sudah dipakai selama 50 tahun.

Perlawanan Fadilah dimulai sejak korban tewas flu burung mulai terjadi di Indonesia pada 2005.
Majalah The Economist London menempatkan Fadilah sebagai tokoh pendobrak yang memulai revolusi dalam menyelamatkan dunia dari dampak flu burung. “Menteri Kesehatan Indonesia itu telah memilih senjata yang terbukti lebih berguna daripada vaksin terbaik dunia saat ini dalam menanggulangi ancaman virus flu burung, yaitu transparansi, ” tulis The Economist.

The Economist, seperti ditulis Asro Kamal Rokan di Republika, edisi pekan lalu, mengurai, Fadilah mulai curiga saat Indonesia juga terkena endemik flu burung 2005 silam. Ia kelabakan. Obat tamiflu harus ada. Namun aneh, obat tersebut justru diborong negara-negara kaya yang tak terkena kasus flu burung. Di tengah upayanya mencari obat flu burung, dengan alasan penentuan diagnosis, WHO melalui WHO Collaborating Center (WHO CC) di Hongkong memerintahkannya untuk menyerahkan sampel spesimen.

Mulanya, perintah itu diikuti Fadilah. Namun, ia juga meminta laboratorium litbangkes melakukan penelitian. Hasilnya ternyata sama. Tapi, mengapa WHO CC meminta sampel dikirim ke Hongkong?

Fadilah merasa ada suatu yang aneh. Ia terbayang korban flu burung di Vietnam . Sampel virus orang Vietnam yang telah meninggal itu diambil dan dikirim ke WHO CC untuk dilakukan risk assessment, diagnosis, dan kemudian dibuat bibit virus.

Dari bibit virus inilah dibuat vaksin. Dari sinilah, ia menemukan fakta, pembuat vaksin itu adalah perusahaan-perusaha an besar dari negara maju, negara kaya, yang tak terkena flu burung.

Mereka mengambilnya dari Vietnam , negara korban, kemudian menjualnya ke seluruh dunia tanpa izin. Tanpa kompensasi. Fadilah marah. Ia merasa kedaulatan, harga diri, hak, dan martabat negara-negara tak mampu telah dipermainkan atas dalih Global Influenza Surveilance Network (GISN) WHO. Badan ini sangat berkuasa dan telah menjalani praktik selama 50 tahun. Mereka telah memerintahkan lebih dari 110 negara untuk mengirim spesimen virus flu ke GISN tanpa bisa menolak.

Virus itu menjadi milik mereka, dan mereka berhak memprosesnya menjadi vaksin. Di saat keraguan atas WHO, Fadilah kembali menemukan fakta bahwa para ilmuwan tidak dapat mengakses data sequencing DNA H5N1 yang disimpan WHO CC. Data itu, uniknya, disimpan di Los Alamos National Laboratoty di New Mexico, AS. Di sini, dari 15 grup peneliti hanya ada empat orang dari WHO, selebihnya tak diketahui. Los Alamos ternyata berada di bawah Kementerian Energi AS. Di lab inilah duhulu dirancang bom atom Hiroshima . Lalu untuk apa data itu, untuk vaksin atau senjata kimia?

Fadilah tak membiarkan situasi ini. Ia minta WHO membuka data itu. Data DNA virus H5N1 harus dibuka, tidak boleh hanya dikuasai kelompok tertentu. Ia berusaha keras. Dan, berhasil. Pada 8 Agustus 2006, WHO mengirim data itu. Ilmuwan dunia yang selama ini gagal mendobrak ketertutupan Los Alamos, memujinya.

Majalah The Economist menyebut peristiwa ini sebagai revolusi bagi transparansi. Tidak berhenti di situ. Siti Fadilah terus mengejar WHO CC agar mengembalikan 58 virus asal Indonesia , yang konon telah ditempatkan di Bio Health Security, lembaga penelitian senjata biologi Pentagon.

Ini jelas tak mudah. Tapi, ia terus berjuang hingga tercipta pertukaran virus yang adil,transparan, dan setara. Ia juga terus melawan dengan cara tidak lagi mau mengirim spesimen virus yang diminta WHO, selama mekanisme itu mengikuti GISN, yang imperialistik
dan membahayakan dunia.

Dan, perlawanan itu tidak sia-sia. Meski Fadilah dikecam WHO dan dianggap menghambat penelitian, namun pada akhirnya dalam sidang Pertemuan Kesehatan Sedunia di Jenewa Mei 2007, International Government Meeting (IGM) WHO di akhirnya menyetujui segala tuntutan Fadilah, yaitu sharing virus disetujui dan GISN dihapuskan.

Kamis, 26 Februari 2009

Mitos Neososialisme

Mario Rustan

Dua pekan lalu halaman Opini ini memuat tiga artikel mengenai neososialisme. Ada tiga sebab mengapa neososialisme, paling tidak menurut interpretasi para penulis itu, cukup populer di Kompas.

Penyebab pertama adalah populernya ideologi kiri populis dalam politik Amerika Latin (kawasan yang menarik bagi kaum kiri Katolik di Indonesia), terutama pemerintahan Venezuela, Brasil, dan Bolivia. Alasan kedua adalah kaitan historis antara sosialisme dan pemikiran Katolik di Indonesia. Alasan ketiga, dan ini cukup mengkhawatirkan, adalah logika ”musuh dari musuhku adalah kawanku”.

Ketidaksukaan sebagian intelektual kiri Indonesia kepada Barat dan kaum menengah ke atas Indonesia berakibat pada kekaguman mereka kepada rezim otoriter di Rusia, China, Iran, dan Amerika Latin. Jelas hanya Venezuela dan Bolivia yang bisa disebut sebagai negara penganut neososialisme.

Keadaan sebenarnya

Namun, istilah itu sendiri salah. Baik Venezuela maupun Bolivia secara resmi menyebut ideologi mereka: Bolivarianisme. Istilah itu mengacu pada pejuang kemerdekaan Amerika Selatan Simon Bolivar, yang praktis berarti ”kontrol kuat negara yang dianggap mewakili kaum pribumi”. Baik Hugo Chavez maupun Evo Morales gemar menebar cerita bahwa masyarakat mereka dikepung kekuatan jahat pimpinan Amerika dan pemodal kulit putih yang tak rela kekuasaannya diambil alih. Di permukaan, kebijakan mereka sangat menguntungkan kaum miskin dan mereka dekat dengan rakyat.

Keadaan sebenarnya di sana—paling tidak di Venezuela— berbeda. Hugo Chavez adalah seorang diktator yang ingin menjadi presiden seumur hidup. Pasukan pendukungnya dan militer gemar mengintimidasi dan menyerang media yang dianggap melawan. Banyak program pembangunan berupa janji belaka. Kemiskinan dan pengangguran merajalela di Venezuela. Chavez hanya bisa menyalahkan Amerika dan menghabiskan anggaran belanja militer.

Istilah neososialisme muncul di Perancis dan Belgia saat Depresi Besar mulai. Pendukung demokrasi sejati tak akan setuju dengan neososialisme ala Marcel Deat, yang mendukung kediktatoran. Marcel Deat dan kawan-kawan diusir dari forum Internasional Kedua Kaum Komunis karena dukungan mereka pada fasisme. Dukungan neososialisme pada fasisisme dibuktikan saat Perancis diduduki selama Perang Dunia II. Hasilnya, setelah 1945 paham ini dianggap jahat, bahkan oleh sosialis Perancis.

Jalan ketiga

Bagaimana dengan neososialisme yang lain, atau Jalan Ketiga, yang sudah diusulkan pastor-pastor di Indonesia sejak 1980-an? Newsweek bulan ini mengumumkan ”Kita semua sekarang adalah sosialis” dalam menanggapi resesi dunia. Campur tangan pemerintah dalam ekonomi dan perdagangan kembali berjalan di Amerika dan Australia, negara yang beberapa tahun lalu sering disebut sebagai pentolan neoliberalisme. Jalan Ketiga, yang dulu dijalankan oleh Bill Clinton dan Tony Blair, menghendaki kerja sama, bukan pengunduran diri dan permusuhan.

Daripada jauh-jauh menengok ke belahan dunia lain, tengoklah kawasan kita, Asia. Apabila kita selalu bertanya mengapa Vietnam sudah mendekati pencapaian Indonesia, mengapa Thailand dan Malaysia tetap dikenal walau politiknya sedang kacau, dan orang Indonesia senang ke Singapura, jawabannya jelas. Mereka mementingkan Asia lebih dulu, Pasifik berikutnya, kawasan-kawasan lain setelah itu.

Apa pun bentuk pemerintahan dan ideologi mereka, yang penting ekonomi harus selalu berjalan dan informasi tentang tetangga harus selalu aktual. Setelah melihat hasilnya, apakah kita tidak merasa ketinggalan zaman bila masih memikirkan ”neososialisme” gaya Venezuela, apalagi ada pilihan Jalan Ketiga?


Rabu, 25 Februari 2009

Sidang Buthar Tabuni & Sebi Sabom

Sangat menarik dalam pemilihan umum di Tanah Papua Barat akan mencapai shock sosial masyarakat. Perjuangan di Papua begitu banyak tantangan yang signifikan, untuk bebas dari ketidakadilan memerlukan komitmen yang harus sempurna dalam mencapai bersama. Semoga gerakan dari orang-orang di tengah pemilihan umum di Indonesia sekarang tidak harus menimbulkan korban sia-sia. Dan penegakan hukum harus kuat untuk konflik tajam. Berita dalam kategori ini .
Berita Tentang Buthar Tabuni & Sebi Sabom.Sidang Di Jayapura Klik Disini :
Papuapos
Oleh : Rayon Militer Korban

Senin, 23 Februari 2009

Kantor KPU Dibom, 4 Separatis Ditembak

JAYAPURA-Ketua KPU Provinsi Papua, dilaporkan telah diculik saat berada dan melakukan aktivitas di kantor KPU, bahkan oleh kelompok separatis bersenjata tersebut, langsung membawa lari dan menyanderanya di sebuah gedung.

Ketua KPU langsung disekap di sebuah gedung oleh 4 anggota kelompok separatis bersenjata laras panjang tersebut. Tidak hanya hanya itu, beberapa saat setelah melakukan penyanderaan, tiba-tiba terdengar ledakan dahsyat dari Kantor KPU dan 2 bom yang masih aktif ditemukan di TKP.

Mendapatkan informasi intelijen di lapangan bahwa Ketua KPU disandra oleh kelompok massa yang bersenjata dan berada di sebuah gedung, Kaopsda memerintahkan kepada kepala Satgas tindak untuk melaksanakan tugas pembebasan sandera tersebut, dengan mendatangkan 2 unit wanteror Satgas ( Cepos )

Dari Simulasi pengamanan pemilihan Umum 2009 di Papua, seakan mencorang semangat menuju Papua Tanah Damai. Simulasi bergaya militer tersebut mencoreng keinginan rakyat Papua dalam bebas memilih hak politik mereka. Seakan Papua dalam dominasi kejahatan luar biasa jelang Pemilu. Bisa juga keikutsertaannya sejumlah capres yang latar belakangnya seorang Militer/mantan militer mewarnai penanganan pengamanan pemilu didesikasikan dalam junta pengamanan militer hebat. Artinya, dengan adanya kepentintingan CAPRES dari bekas militer bapak WIRANTO dan PRABOWO,SBY…Bertiga orang ini akan taruhan PILPRES 2009,untuk merebut kekuasaan di gedung putih Indonesia. Sangat disayangkan, isu separatisme Papua sudah mulai skenario oleh pihak militer dan saat ini sudah dilakukan kantor KPU provinsi papua, oleh sebab itu pikak militer pasti akan penambahan pasukan setiap wilayah untuk pengamanan pemilu 2009.

Aturan dengan kata demokrasi adalah.”Memilih atau tidak memilih adalah. hak..setiap orang,tetapi kemungkinan besar akan terjadi di papua adalah,dengan kekerasan militer terhadap masyarakat untuk dipaksakan mengikuti pemilihan…Legislatif dan pemilihan Presiden.

Saat ini militer Indonesia tujuan pertama sudah berhasil isu separatisme di kantor KPU provinsi papua,dengan kebenaranya bahwa memang militer sengaja taru bom dan senjata laras panjang sekitar kantor KPU Provinsi papua lalu inteljen Indonesia tingal pantau ,orang papua ada yang lewat langsung di tangkap,lalu ditembak…dan tiba-tiba senjata sudah ada di tangan korban orang papua untuk sebagai bukti..bahwa separatisme mebawa alat senjata baru kami ditangkap dan separatisme melarikan diri maka kami di tembak mati..ini memang kerjanya militer di papua saat ini.

Masalah papua merdeka dengan KPU itu tidak ada kekuatan politik dengan papua merdeka dan 4 orang separatisme berhasil ditangkap dan ditembak mati ini pun tidak benar sebenarnya,senjata laras panjang dan bom itu masyarakat papua tidak punya dan mendapatkan alat-alat perang itu pun masyarakat dapat dari mana,kalau anak panah atau alat tradisional papua masuk akal tetapi,ko aneh sekali dibilang separatism papua membawa senja laras panjang dan bom maka,kami ditangkap lalu ditembak mati,ini tidak benar.

Tidaklah menjustifikasikan kerawanan di Papua berlebihan, terutama jelang pemilu. Tetapi jalan perdamaian yang telah menjadi agenda bersama haru di junjung. Papua di dorong semangat perdamaian, bukannya bergaya militerisme terus dalam mengantisipasi atau menyelesaikan masalah.

Jumat, 20 Februari 2009

Mahasiswa Papua Dintimidasi Aparat


JAKARTA] Sekelompok mahasiswa asal Papua mengaku diintimidasi oleh aparat keamanan untuk meninggalkan rumah kontrakan di Jalan Dukuh V Nomor 26, RW 002/RT 008, Kelurahan Dukuh, Jakarta Timur. Aparat yang mengaku dari BIN dan Mabes Polri berusaha mengusir mahasiswa karena dianggap terlalu sering berdemo.

Ditemui SP, Jumat (20/2), mahasiswa Papua mengaku tidak bersalah dan tidak akan meninggalkan kontrakan tersebut. Atas intimidasi itu, mereka siap untuk menempuh jalur hukum untuk mempertahankan hak. Apalagi warga sekitar tidak pernah merasa terganggu atau keberatan dengan keberadaan mereka.

"Kami akan tetap tinggal di sini. Apa pun yang terjadi, kami siap menempuh jalur hukum," ujar Ketua Mahasiswa Papua di Jakarta, Agus kosay.

Menurut Agus, sejak tanggal 15 hingga 17 Februari 2009, mereka selalu diintai oleh intel. Termasuk, asrama mahasiswa Papua yang berada di Jalan Jengki, Dewi Sartika, dan Cawang. Bahkan, pada tanggal 18 Februari 2009, intel-intel tersebut mulai mengintimidasi pemilik rumah untuk mengusir para mahasiswa asal Papua tersebut.

Pada Kamis (19/2) pukul 16.00, pemilik rumah kontrakan mendatangi para mahasiswa yang kuliah di Unas, UKI, dan Universitas Kerispatih ini, dengan membawa kuitansi dan uang Rp 6,4 juta yang merupakan uang sisa kontrak mereka selama delapan bulan. Oknum intel itu juga mengintimidasi pengurus RT dan RW.

"Kami sudah tinggal di sini selama 1,4 bulan. Kontrakan ini dibiayai Rp 11 juta per tahun oleh Pemda Wamena. Jika diusir, kami tidak tahu mau pindah ke mana. Makanya, kami tetap bersikukuh mempertahankannya," katanya.


Aksi Demonstrasi

Intimidasi yang dilakukan oleh para intel terjadi sejak mereka melakukan aksi demonstrasi di Kedutaan Besar (Kedubes) Jerman, Thamrin, Jakarta pada tanggal 14 Februari lalu. Ini terkait dengan adanya kunjungan delegasi HAM Jerman ke Papua di waktu yang sama untuk mengetahui kasus pelanggaran HAM yang terjadi di sana.

Mereka yang melakukan demonstrasi adalah mahasiswa Papua se-Jawa & Bali. Berkumpul di UKI, Cawang, mereka melakukan orasi di depan Kedubes Jerman perihal penyalahgunaan dana otonomi. Mereka menuntut agar dana tersebut dihentikan. Pasalnya, dana itu disalahgunakan untuk membiayai kegiatan militer.

Di tempat terpisah, Anggota Komisi I DPR RI Yoris Raweyai mempertanyakan masalah tersebut kepada Panglima TNI dan Kapolri. Intimidasi ini tidak boleh terjadi. [ISW/U-5]

Nasib Pejuang Integrasi Papua Dilupakan

Hujan emas di negeri orang, hujan batu di negeri sendiri. Ungkapan itu, mencerminkan pengalaman warga negara Indonesia asal Provinsi Papua yang melintas batas dan menetap di negara tetangga Papua Nugini (PNG). Pelintas batas itu menyebar di Port Moresby, Wewak, Madang, Lae, Buka, Rabaul, Kingga, Daru, Vanimo, dan Manus. Sebanyak 708 orang dari ribuan pelintas tahun 1984 tersebut ingin kembali ke tanah kelahirannya atas kesadaran sendiri. Mereka melintas batas, karena alasan konflik sosial politik yang mengancam kelangsungan hidup.

Menurut Departemen Luar Negeri, pelintas batas tersebut akan kembali seusai pemilihan umum calon anggota legislatif 9 April 2009.

Sekretaris Daerah Provinsi Papua Tedjo Soeprapto dalam rapat persiapan di Jayapura baru-baru ini mengungkapkan, pemulangan pelintas batas akan menghabiskan dana Rp 30 miliar untuk persiapan sarana dan prasarana, termasuk pembinaan. Dana berasal dari Kantor Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat. Dua kabupaten yang paling banyak menerima kepulangan pelintas batas, yakni Jayapura 119 keluarga (451 jiwa) dan Boven Digoel 22 keluarga (108 jiwa). Selain itu, Kabupaten Merauke, Puncak Jaya, Tolikara, Mimika, Biak Numfor, dan Keerom.

Menurut Neles Tebay, pelintas batas yang pulang itu merupakan kemenangan diplomasi pemerintah. Kemenangan tersebut akan dimanfaatkan dalam diplomasi internasional. Mereka mau pulang karena Papua sudah aman dan diperlakukan mereka dengan baik. "Tetapi, kalau dana Rp 30 miliar digunakan untuk memperbaiki nasib pejuang integrasi Papua ke Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tak akan membuat pemerintah populer di luar negeri. Padahal, keutuhan NKRI disatukan oleh para pejuang," katanya.

Sementara, pemerintah melupakan pengorbanan pejuang integrasi, yakni Trikora, Gerakan Merah Putih, dan Dewan Musyawarah Pepera. "Pejuang yang masih hidup harus diperhatikan. Secara psikologis, yang diinginkan orang- orang Papua pejuang integrasi supaya dihormati, diingat, jasa-jasa mereka dihargai, dan dikenang. Sekalipun bantuan sosial itu tak seberapa, prinsipnya pemerintah mengakui keberadaannya sebagai pejuang dalam menegakkan keutuhan NKRI," ujarnya.

Mantan Wakil Ketua Gerakan Merah Putih, Joel Worumi yang dijebloskan Belanda berkali-kali ke penjara mengatakan, pelintas batas kembali ke Papua karena ini tanah kelahirannya.

Joel mengungkapkan pihaknya kecewa atas perlakuan pemerintah yang tak adil itu. Padahal, mereka sudah mengkhianati negara. Sedangkan, pejuang integrasi yang mempertaruhkan nyawa dan darah untuk keutuhan bangsa, kehidupannya memprihatinkan."Jangan hanya memprioritas pelintas batas yang mengkhianati keutuhan bangsa. Tolong berlaku adil juga untuk pejuang. Kalau pemerintah memperhatikan pengungsi yang kembali ke Papua dari PNG, tolong perhatikan kami juga," katanya.


Kesejahteraan

Senada dengan Worumi, mantan Komisaris Gerakan Merah Putih, Jantje Numberi menegaskan, pejuang membutuhkan sentuhan kesejahteraan dan dialog kemanusiaan. "Alangkah bahagianya ketika menjelang Pemilu 2009 maupun pemilihan presiden, diharapkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wapres Jusuf Kalla berkesempatan berdialog dengan pejuang integrasi di Tanah Papua," katanya.

Sementara pejuang lain, Peter Wona mengatakan, mereka telah mempertahankan tetap berkibarnya bendera Merah Putih di Papua. Apakah pemerintah melupakan perjuangan masyarakat Papua? Padahal, mereka sudah memberikan segalanya bagi negara.

"Lalu apa yang kami dapat dari negara. Untuk itu, siapa pun yang menjadi presiden, orang Papua punya hak menjadi menteri atau menduduki berbagai jabatan di pemerintah pusat dalam mengukuhkan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Tentu yang dipilih harus orang Papua yang berkualitas," katanya.

Harapan pejuang integrasi dan veteran di Papua dan Papua Barat dapat diwujudkan pemerintah. Menurut Presiden Susilo Bambang Yodhoyono dalam buku Semuanya Untuk Rakyat, pemerintah sangat peduli dengan veteran pejuang Kemerdekaan RI yang telah berjuang mengusir penjajah, membela dan mempertahankan NKRI. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai pahlawannya, termasuk dalam meneruskan cita-cita dan perjuangannya.

Presiden Yudhoyono dalam buku itu antara lain menyatakan, pemerintah menyadari bahwa veteran lebih mengharapkan penghargaan daripada materi. Namun, pemerintah tetap memberikan tunjangan veteran yang berkisar antara Rp 470.000 sampai Rp 526.000 per bulan.

Selain itu, diberikan jaminan kesehatan bagi veteran beserta keluarga dan pemberian dana kehormatan veteran lain. Apakah ini diberikan juga untuk veteran di Papua? Dengan demikian mereka tak merasa dibiarkan dibandingkan pelintas batas yang kembali dari PNG ke Provinsi Papua dan Papua Barat. [SP/Wolas Krenak/Robert Isidorus]

Kamis, 19 Februari 2009

Ekuador Usir Diplomat AS

detikcom - Kamis, Februari 19, Diplomat AS diusir dari Ekuador. Marc Sullivan, diplomat tersebut dituduh mencampuri urusan dalam negeri Ekuador.

Pengumuman pengusiran tersebut disampaikan Menteri Luar Negeri Ekuador Fander Falconi. Dikatakannya, Sullivan punya waktu 48 jam untuk pergi dari negara itu. Sullivan merupakan diplomat AS kedua yang diusir dari Ekuador bulan ini dalam keributan seputar program memerangi narkoba yang didanai AS.

Pemerintah AS menyesalkan pengusiran pejabat kedutaan AS tersebut. "Kami menyesalkan keputusan oleh pemerintah Ekuador ini," kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS Gordon Duguid seperti dilansir kantor berita AFP, Kamis (19/2/2009).

"Kami juga membantah anggapan perbuatan salah oleh staf kedutaan," imbuhnya. "Meskipun adanya tindakan tidak adil pemerintah Ekuador, kami tetap berkomitmen untuk bekerja sama dengan Ekuador untuk memberantas perdagangan narkoba," pungkas Duguid.

Pada 7 Februari lalu, Presiden Ekuador Rafael Correa juga telah memerintahkan pengusiran Armando Astorga, diplomat AS yang bertanggung jawab atas isu imigrasi, keamanan dan bea cukai.

Astorga dituduh mencoba mendikte pilihan kepolisian Ekuador soal komandan unit anti-penyelundupan sebagai balasan atas bantuan AS senilai US$ 340.000. Kini pemerintah Ekuador menuding Sullivan mencoba melakukan hal yang sama.

Selasa, 17 Februari 2009

TNI, Puncak Jaya Papua Rawan



Ditulis Oleh: Lina/Papos

Rabu, 18 Februari 2009. JAYAPURA (PAPOS) –Pemindahan Kodim Agats ke Puncak Jaya sebagai rencana strategi Kodam XVII/Cenderawasih yang belum bisa terlaksana karena terkendala keterbatasan anggaran yang dimiliki TNI. Demikian ditegaskan Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI A.Y Nasution kepada wartawan usai memimpin Rapim Kodam XVII/Cenderawasih di aula Tony Rompis, Selasa (17/2) kemarin. Pemindahan Kodim itu menurut Pangdam bukan dipincu karena pemekaran wilayah, namun sebagai langkah strategi TNI untuk mengantisipasi daerah rawan konflik umumnya seperti daerah terpencil misalnya Puncak Jaya. Dijelaskan Pangdam, wilayah seperti Puncak Jaya merupakan daerah yang perlu diwaspadai, namun pembentukan satuan baru TNI di daerah itu dilakukandidasari pada hakekat ancaman kedaulautan negara.


Disinggung Pemilu yang tinggal 53 hari lagi, TNI siap mengamankan jalannya pesta demokrasi tersebut dengan kesiapan membantu mengatasi keterlambatan pengiriman logistik pemilu ke daerah-daerah terpencil.

Antisipasi keterlambatan pengiriman logistic itu bilamana sewaktu-waktu TNI diminta untuk membantu asalkan ada persetujuan dari Mabes TNI serta adanya permohonan dari KPU. “TNI juga siap membantu Polri dalam pengamanan Pemilu,”tegas Pangdam. Sumber: (lina)


Pemahaman rakyat di wilayah ini seperti yang diutarakan Okama bahwa TNI /POLRI saat ini bertugas di kab.Puncak Jaya Papua, selalu saja melakukan teror terhadap masyarakat kampung yang ada disana, maka saat ini Kodim Agats mengatakan daerah rawan, tetapi saya berfikir bahwa yang bikin rawan konflik adalah TNI/POLRI sendiri yang melakukan terhadap masyarakat karena masyarakat tidak bisa diam selagi TNI melakukan kejahatan, pemerkosaan, dan perampasan ternak-ternak masyarakat di puncak jaya,maka menimbulkan koflik antara TNI dan pihak masyarakat.


TNI/POLRI di puncak jaya disebut-sebut bahwa di puncak jaya banyak OPM/Separatisme Itu omong kosong dan yang ada disana masyarakat kampung yang tidak tahu persoalan apa pun, tapi TNI/Polri yang membuat isu saja daerah rawan. Terkait dengan pemilihan umum 2009 53 hari lagi, tetapi masyarakat Papua dengan harapan sebelum tutup Freeport tidak akan ikut pemilihan umum 2009, karena Freeport salah satunya buat kejahatan di Provinsi Papua.

Senin, 16 Februari 2009

NASIB RAKYAT DI PEMILU 2009

Jakarta, 16/02/09. Pemilu Legislatif dan Presiden akan diselenggarakan di Indonesia tahun 2009. Dan waktu pun sudah dimata rakyat. Berbagai rival kampanye dan slogan-slogan perubahan di usung. Partai politik, Para Caleg dan Capres sudah beraktivitas menjemput kemenangan yang di perjuangkan dalam arena pemilu ini. Pemilihan langsung yang baru dua kali di gelar di Indonesia ( 2004 & 2009 ) menghantarkan nasib ratusan juta penduduk Indonesia kedalam arah perubahan. Sampai sekarang sudah tak bisa di hitung lagi berbagai elemen dan gerakan menyatakan hak atas keterlibatan dalam Pemilu yang tak lama lagi akan di selenggarakan.

Nah, apa saja lingkaran hitam para calon pemimpin bangsa ini. Berikut adalah Fenomena penguasaan sejumlah perusahaan di Indonesia yang di tulis Bung George Junus Aditjondro sekali gus di paparkan dalam Diskusi Bertema " Gerakan Lingkungan Hadapi Pemilu 2009 oleh Eknas Walhi pada 16 Februari 2009 di Kantor Walhi Tegal Parang. Dalam paparan ini terungkap sejumlah aset perusahaan milik para capres yang saat ini menuju kursi RI satu.

Pertanyaanya adalah darimana para partai dan caleg-capres dan cawapres mendanai kampanyenya? dan sejauh mana keberpihakan mereka terkait penuntasan sejumlah masalah HAM, Lingkungan hidup dan Eksplorasi tambang di Indonesia saat ini. Ketika hegemoni modal yang mengemuka dalam dukungan bagi proses politik di negeri ini justeru gagal memajukan kemakmuran bagi rakyat sendiri. Pemimpin justeru menyatukan segala kepentingannya kepada pendukung dana ketimbang mengentaskan kemiskinan rakyat.

Sejumlah fungsionaris Orde Baru berada dibalik SBY melalui Yayasan Cikeas dan Yayasan Nurulssalam yang di kelola keluarga SBY. Penasihat khusus SBY TB. Silalahi sebagai pelindung kelompok pengusaha Tomi Winata ( Kelompok Artha Graha dbp ). Sedangkan JK memiliki pengaruh kuat atas tiga perusahaan yang di kelola kerabat dekatnya " Kelompok Bukaka ". PT. Mega Power Mandiri ( MPM ) di Aceh, sumut dan Poso. Kemudian perusahaan tarik tambang PT. MGM yang sekarang membangun proyek PLN. di sejumlah wilayah. Kelompok perusahaan dan yayasan di lingkaran SBY-JK punya hubungan perusahaan yang berafiliasi dalam sejumlah proyek negara. Pembangunan PLTD besar-besaran, proyek kelapa sawit di Aceh hingga Papua Barat. Dan eksplorasi sejumlah perusahaan ini dianggap menimbulkan kerawanan masalah.

Setelah Megawati jadi Presiden, tali pemodal Sukarno-Kiemas menjadi satu. Ada 13 SPBU milik keluarga ini yang terbentang di zona hijau di Ibu kota Negara. kelompok Pebisnis keluarga Sukarno-Kiemas menjalin hubungan bisnis di beberapa daerah lewat jalur perusahaan lainnya. Ketimpangan Era Megawati terlihat jelas ketika menteri lingkungan begitu mandul dalam meneriaki kerusakan lingkungan oleh Freeport dan sejumlah perusahaan lainnya.

Prabowo Subianto mengambil alih konsensi Kiani Group seluas 53 ribu hektar dari Bob Hassan. Di Aceh, Prabowo dan adiknya Mengelola PT. Thusam Hutan Lestari seluas 97 ribu hektar, Nusantara Energi milik Prabowo juga mengelola deposit Batu Bara di Kaltim dan adiknya tengah mengelola eksplorasi Blok Gas di Rombebay Kabupaten Yapen Waropen Papua Barat. Juga masih di Papua Barat, Hasyim lewat PT. Comexindo berencana membuka perkebunan padi seluas 585 ribu hektar di Merauke Papua Barat. Kini Prabowo dan Hasyim telah menguasai jutaan hektar perkebunan, konsensi hutan, pertambangan batu bara, dan ladang migas dari Aceh hingga Papua Barat.

Sedangkan Wiranto-Bapak pencetus pemekaran Kodam-Korem di seluruh Indonesia ini mengandalkan bisnisnya yang dijalankan oleh Prixies tanpa menampilkan nama Wiranto. Lewat berbagai pertumpahan darah, atas dukungan Wiranto Kodam Pattimura dan Kodam Iskandar Muda telah lahir kembali. Sementara itu, setelah konflik poso, jumlah batalyon di sulteng dimekarkan dari 1 menjadi tiga batalyon. Dimana pemekaran sejumlah Kodam dan Koren hingga batalyon menumbuhkan bisnis militer yang akut. Pembalakan liar dan bisnis Kayu Gaharu sarat dengan bisnis Militer. Pengahancuran lingkungan semakin tidak bisa di pungkiri.

Capres lain yang tak ketinggalan juga punya aset perusahaan adalah Sang Raja di Yogyakarta. Sri Sultan Hamengku Buwono X selain menguasai seluruh tanah di Jogja sepeninggalnya Belanda, Sultan juga punya hubungan erat dengan group samporna melalui hubungan bisnis Ratu Pembayun ( anak pertama Sultan ). Hubungan bisnis Rokok ini mendirikan pabrik rokok di Bantul dengan merek Kraton Dalem. Dengan pola yang sama, keluarga Sultan juga mendirikan PT. Agro Mining untuk menjadi mitra perusahaan asal Australia yang berusaha menambang pasir besi di Kabupaten Kulon Progo.

Dengan demikian, hubungan pemodal dalam kancah pemilu adalah tradisi bisnis yang lumrah. PT. Freeport di Papua adalah salah satu perusahaan Besar yang tak kalah pentingnya menyuplai berbagai kandidat yang menuju RI satu. Dan hubungan yang pahit antara Suharto-Freeport sebagai kenyataan bahwa sumbangsih Perusahaan asal Amerika ini terus melakukan hal yang sama dalam periodesasi pemilu dan kepemimpinan politik di Indonesia. Freeport juga tak bisa mengelak, bersama Ecson Mobil di Aceh, terus mendukung pentolan Papua Merdeka dan Aceh Merdeka dengan maksud menjadikan para pejuang Papua dan Aceh sebagai agen kapitalisme baru di Papua Barat dan Aceh.

Senin, 09 Februari 2009

Tujuh Warga Papua Meninggal Dunia di Hutan Akibat Ketakutan Operasi Militer

Tingginambut-Papua, 10/02/09. Kabar terkini dari Papua sudah lebih dari satu bulan aparat Gabungan TNI-POLRI berkekuatan ratusan anggota terusmelakukan operasi penemuan kembali 4 buah pucuk senjata yang di rampas dari tangan aparat di pos penjagaan pedalaman Papua. Operasi yang sudah tidak menemukan hasil apapun ini justeru aparat menjadikan masayarakat sipil tak berdosa sebagai tumbal di balik penunjukan eksistensial sang militer.

Tujuh warga sipil tak berdosa dinyatakan meninggal di hutan belantara Papua. Nyawa mereka tak dapat tertolong. Meninggalnya tujuh warga sipil ini terjadi setelah pengungsian besar-besaran ke hutan untuk menyelamatkan nyawa mereka dari kebingisan aparat yang melakukan penyisiran selama dua bulan terakhir.

Sumber Desk Papua " Anton Tabuni " dari lokasi-Tingginambut Papua mengatakan sampai sekarang sudah ada tujuh warga sipil meninggal di hutan akibat tidak bebas mencari makan sehari-hari seperti biasanya karena militer Indonesia melakukan segala cara yang menakutkan dan mengancam jiwa orang-orang di kampung. Kami di disini tidak bisa keluar sembarangan karena sudut-sudut kota penuh dengan moncong senjata dan tak-tank tempur yang berkeliaran di Tingginambut kata Anton.

Sumber lain menyebutkan peristiwa perampasan senjata memicu tentara berhamburan di kampung-kampung bahkan harta milik masyarakat di kampung di jarah habis oleh Militer Indonesia. Sampai sekarang memang belum ada tanda-tanda pasukan di tarik dari tingginambut.

Untuk diketahui, Sejumlah wilayah terisolir di pedalaman Papua cenderung menjadi aset proyek begitu besar bagi kepentingan Militer Indonesia di Papua. Apalagi jelang pemilu 2009, situasi menjadi tidak aman, parade militer di pedalaman cukup kuat dan membabibuta. Daerah pegunungan tengah Papua sebagian besar merupakan jalur operasi militer yang tak pernah berhenti. Adalah Timika, Puncak Jaya dan Wamena menjadi bulan-bulanan operasi tanpa sebab. Keberadaan militer di pelosok pedalaman Papua membuktikan truktur teritori militer menguasai tanah Papua. Militerisasi di Papua sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup warga sipil. Terlepas dari pro dan kontra siapapun yang berkepentingan atas Tanah Papua, bahwa tindakan militerisasi adalah solusi terburuk dalam menangani masalah selama ini.

Minggu, 08 Februari 2009

PEMEKARAN WILAYAH NASIBNYA KINI

" Kumpulan Berita Seputar Pemekaran "

Sebagian Besar Daerah Pemekaran Gagal


Jakarta, (ANTARA News) - Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mengungkapkan, sebagian besar daerah otonom baru hasil pemekaran gagal menyejahterakan masyarakat.

"Karena itu, sebaiknya memang dihentikan. Pemerintah harus tegas; selesai sampai di sini," katanya dalam dialektika demokarsi di gedung DPR/MPR Jakarta, Jumat. Diskusi juga menghadirkan Ketyua Panja Pemekaran Komisi II DPR Chozin Chumaidy dan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman.

Siti Zuhro mengemukakan, mencermati rentan kendali pemekaran wilayah yang begitu luas yang mengakibatkan pengendalian pemerintahan terhambat dan proses pembangunan juga tersendat akibat luasnya wilayah, sebenarnya pemekaran wilayah memang dibutuhkan masyarakat.

"Persoalannya, kebutuhan pemekaran itu kemudian diintervensi atau dikelola oleh elit-elit partai politik di daerah maupun di pusat serta calo-calo kekuasaan dan anggaran. Apalagi ada transaksi-trasaksi uang. Di samping itu, terjadi pengambilalihan kepentingan oleh elit partai politik," katanya.

"Kalau `grojokan`nya (kucurannya) besar, prosesnya cepat," kata Siti Zuhro lalu mengatakan kucuran uang dalam proses pemekaran semakin menambah rumit persoalan.

Adanya transaksi-transaksi dalam proses pemekaran wilayah, menurut dia, semakin menjauhkan esensi dan kepentingan pemekaran. Pemekaran menjadi semakin jauh dari kebutuhan sebenarnya, yaitu meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

Sejak 1998, jumlah daerah otonom baru di Indonesia meningkat dua kali lipat. Apabila jumlah tahun 1998 baru 230 kabupaten/kota, maka pada akhir 2008 sebanyak 477 kabupaten/kota.

"Jumlah itu memungkinkan sekali bertambah menjadi lebih banyak lagi karena usul pemekaran begitu banyak. tetapi dengan persoalan yang begitu krusial, sebaiknya seluruh proses pemekaran dihentikan dulu," katanya.

Dari kesejahteraan, pemekaran tidak banyak pengaruh bagi masyarakat. Bahkan masyarakat terbebani sehingga pemekaran tidak ada manfaatnya bagi masyarakat.

DPR dan pemerintah menyetujui begitu saja usulan pemekaran wilayah, padahal dibalik pemekaran itu sebenarnya terselubung kepentingan partai politik.

"Pemekaran yang telah dilakukan memang sangat membebani anggaran. Sebenarnya, tidak masalah membebani asalkan bermanfaat bagi amsyarakat, mampu meningkatkan kesejahteraan dan mempermudah pelayanan publik," katanya.

Terkait kasus meninggalkan Ketua DPRD Sumatera Utara Abdul Azis Angkat di tengah aksi massa yang menuntut pembentukan Propinsi Tapanuli (Protap), dia mengemukakan, pemerintah dan DPR yang memproses pemekaran harus bertanggungjawab karena terlalu membiarkan adanya usul-usul pemekaran daerah. (*)

06/02/09 18:26

DPR Setuju Pemekaran Daerah Dihentikan

Jakarta (ANTARA) - DPR RI menyetujui sikap pemerintah yang menghentikan sementara seluruh proses pemekaran wilayah menyusul unjukrasa anarkis menuntut pembentukan Propinsi Tapanuli, demikian Ketua Panja Pemekaran Komisi II DPR dari Fraksi PPP Chozin Chumaidy di Gedung DPR/MPR Jakarta, Jumat.

Namun, penghentian proses pemekaran itu harus dibicarakan melalui mekanisme DPR-Pemerintah sehingga diperoleh sikap sama dan alasan-alasan etil yang menjadi acuan penghentian pemekaran.

Saat ini banyak RUU pemekaran yang sedang dalam proses di DPR, namun daerah-daerah yang sudah dimekarkan akan ditinjau ulang di mana wilayah yang dianggap mampu maju lebih cepat akan diberi kesempatan untuk terus maju.

"Tetapi daerah yang tidak bisa berbuat apa-apa, apalagi membebani masyarakat dan APBN, maka perlu ditarik kembali ke provinsi atau kabupaten induknya," kata Chozin.

Wakil Ketua DPD Irman Gusman merekomendasikan agar pemekaran daerah ditata ulang dengan lebih didasarkan pada "grand design" yang memperhatikan prinsip-prinsip dan nilai perbaikan pelayanan publik.

Pemekaran daerah harus dipersepsikan sebagai instrumen kebijakan pembangunan daerah, khususnya pada tingkat propinsi yang harus dikonsultasikan dengan pemerintah pusat sehingga setiap Pemprov memiliki "master plan" atau garis besar haluan pemekaran daerah.

Pemekaran daerah harus berdasarkan kebutuhan masyarakat daerah, demi kemajuan pembangunan daerah dan didasarkan pada kemampuan sumber-sumber yang dimiliki daerah.

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Irman Gusman, mengemukakan, berdasarkan analisis Prof Dr Bambang Brodjonegoro, pada 2025 jumlah provinsi Indonesia akan mencapai 39 provinsi, seiring dengan kemajuan dan pertambahan penduduk.

Sedangkan Prof Mukhlis Hamdi jumlah provinsi akan berkisar 45 hingga 47.

Iman menawarkan dua alternatif, yaitu pertama, jumlah provinsi menjadi 40 atau alternatif kedua, menjadi 49 provinsi dengan pertambahan 16 provinsi. (*)

06/02/09 14:28

Pengamat: Sebagian Besar Pemekaran Wilayah Gagal

Jakarta, (ANTARA News) - Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mengungkapkan, sebagian besar daerah otonom baru hasil pemekaran gagal menyejahterakan masyarakat.

"Karena itu, sebaiknya memang dihentikan. Pemerintah harus tegas; selesai sampai di sini," katanya dalam dialektika demokarsi di gedung DPR/MPR Jakarta, Jumat. Diskusi juga menghadirkan Ketyua Panja Pemekaran Komisi II DPR Chozin Chumaidy dan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman.

Siti Zuhro mengemukakan, mencermati rentan kendali pemekaran wilayah yang begitu luas yang mengakibatkan pengendalian pemerintahan terhambat dan proses pembangunan juga tersendat akibat luasnya wilayah, sebenarnya pemekaran wilayah memang dibutuhkan masyarakat.

"Persoalannya, kebutuhan pemekaran itu kemudian diintervensi atau dikelola oleh elit-elit partai politik di daerah maupun di pusat serta calo-calo kekuasaan dan anggaran. Apalagi ada transaksi-trasaksi uang. Di samping itu, terjadi pengambilalihan kepentingan oleh elit partai politik," katanya.

"Kalau `grojokan`nya (kucurannya) besar, prosesnya cepat," kata Siti Zuhro lalu mengatakan kucuran uang dalam proses pemekaran semakin menambah rumit persoalan.

Adanya transaksi-transaksi dalam proses pemekaran wilayah, menurut dia, semakin menjauhkan esensi dan kepentingan pemekaran. Pemekaran menjadi semakin jauh dari kebutuhan sebenarnya, yaitu meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

Sejak 1998, jumlah daerah otonom baru di Indonesia meningkat dua kali lipat. Apabila jumlah tahun 1998 baru 230 kabupaten/kota, maka pada akhir 2008 sebanyak 477 kabupaten/kota.

"Jumlah itu memungkinkan sekali bertambah menjadi lebih banyak lagi karena usul pemekaran begitu banyak. tetapi dengan persoalan yang begitu krusial, sebaiknya seluruh proses pemekaran dihentikan dulu," katanya.

Dari kesejahteraan, pemekaran tidak banyak pengaruh bagi masyarakat. Bahkan masyarakat terbebani sehingga pemekaran tidak ada manfaatnya bagi masyarakat.

DPR dan pemerintah menyetujui begitu saja usulan pemekaran wilayah, padahal dibalik pemekaran itu sebenarnya terselubung kepentingan partai politik.

"Pemekaran yang telah dilakukan memang sangat membebani anggaran. Sebenarnya, tidak masalah membebani asalkan bermanfaat bagi amsyarakat, mampu meningkatkan kesejahteraan dan mempermudah pelayanan publik," katanya.

Terkait kasus meninggalkan Ketua DPRD Sumatera Utara Abdul Azis Angkat di tengah aksi massa yang menuntut pembentukan Propinsi Tapanuli (Protap), dia mengemukakan, pemerintah dan DPR yang memproses pemekaran harus bertanggungjawab karena terlalu membiarkan adanya usul-usul pemekaran daerah. (*)

06/02/09 13:50

Presiden Tegaskan Pemekaran Daerah Ditunda

Jakarta, (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan bahwa kebijakan pemekaran wilayah daerah untuk sementara akan dihentikan.

"Karena itu saya sudah sampaikan kepada pimpinan DPR, dan DPD mari kita lakukan moratorium dulu. Kita evaluasi dulu pemekaran yang berjalan selama ini. Jangan ditambah lagi dengan pemikiran-pemikiran yang terus terang bukan solusi tapi masalah. Saya ajak semuanya jajaran pemerintah, DPRD, DPR, DPD, wartawan dan elite semua betul-betul melihat permasalah pemekaran secara matang," katanya usai rapat terbatas di Kantor Presiden Jakarta, Jumat.

"Sebagian pemekaran berhasil dengan baik, sebagian pemekaran saya nilai sendiri tidak berhasil dengan baik apalagi kalau pemekaran itu hanya bertujuan untuk memenuhi kepentingan elite-elite tertentu, elite-elite lokal. Entah motivasi politik, entah motivasi ekonomi dan sebagainya dan bukan untuk meningkatkan pembangunan agar dengan pemekaran daerah menjadi maju, rakyat bertambah sejahtera. Banyak yang bukan itu," katanya.

Menurut Presiden, sikap pemerintah mengenai pemekaran ini sudah jelas, bahwa pemekaran daerah itu harus sungguh memenuhi syarat-syarat yang mendasar untuk meningkatkan pembangunan dan kesejahteraan rakyat di daerah yang dimekarkan.

Persoalan soal pemekaran daerah kembali mencuat setelah unjuk rasa anarkis yang dilakukan massa pendukung pemekaran wilayah Provinsi Tapanuli pada Selasa (3/2) lalu mengakibatkan tewasnya Ketua DPRD Sumut Abdul Azis Angkat. (*)

COPYRIGHT © 2009

Kumpulan Berita Seputar Pemekaran Wilayah dari Antara


Sabtu, 07 Februari 2009

Freeport, Akar Separatisme Negara

Oleh: Arkilaus Arnesius Baho

Banyak kalangan menilai perusahaan asal Amerika yang sudah menguras kekayaan alam di Papua ini tidak hanya menimbulkan kelalaian kontrol tetapi juga memicu semangat perlawanan rakyat akibat ekspansi neoliberal. Puluhan tahun pula selama di Papua, Freeport menyumbang belenggu ketidakadilan dan penjarahan hak politik, ekonomi dan kedaulatan negara. Dimana sistem Undang-undang pengontrol investasi jadi amburadul, dan bagi rakyat Papua sumbangsih Freeport terkait integrasi Papua menuai ketidakadilan dan menjemput anarkisme demokrasi.

Pendudukan Freeport di Papua meletakkan peradaban baru; status Papua secara politik beralih dalam pangkuan RI pasca seruan trikora tahun 1963. Investasi asing terus membanjiri bumi Indonesia pasca negosiasi produk hukum lunak ( UUPMA satu/1967) bagi pengelolaan aset ekonomi bangsa. Jadilah kenyataan, 80 persen aset tambang di Indonesia di kuasai asing dari segala sektor strategis pengelolaan hasil alam di nusantara ini.

Phobia negara-negara berkembang terus menyatukan globalisasi dengan kesejahteraan rakyat sudah dilakukan pasca isu-isu gelobalisasi menjamur di dunia. Indonesia menjadi negara berkembang di Asia Tenggara yang punya nilai lebih secara ekonomis dan suprastruktur rakyat sebagai benteng reformis bagi melunaknya keberpihakan negara atau pemerintah mendukung hegemoni imperialis.

Sudah 37 ribu lebih saham milik Perusahaan Trans Nasional ( TNC ) untuk mata rantai ekonomi dalam negeri dan dunia. Dimana 21 perusahaan negara di dunia pendukung investasi operasi tambang bagi PT. Freeport Indonesia. Dan 150 ribu anak perusahaan di dunia yang punya hubungan produksi dibawah payung eksplorasi tambang milik freeport pusat di Amerika. Skala operasi terbesar Freeport di dunia adalah di Papua " Tembagapura " dengan cadangan emas, batubara dan merkuri begitu banyak.

Bagaimana keuntungannya bagi kelangsungan hidup bagi negara..?. Nilai lebih adalah tujuan investasi dalam segala hal. Transparansi keuangan Freeport secara rutin di publikasikan dekade tahun 2005 sampai sekarang. Kewajiban Freeport di tahun 2007 saja, mencapai 2,9 Triliun Untuk Jakarta, 33 Milyar Buat Timika. Jika rata-rata penghasilan Freeport mencapai satu trilyun per tahu, maka sudah ada devisa puluhan trilyun bagi negara.

Dengan stigma kesejahteraan rakyat dari ekonomi bangsa, tatkala sampai sekarang PT. FREEPORT INDONESIA, Operasi : 1967 – sekarang Luas Konsesi 2,6 juta ha, termasuk 119.435 ha hutan lindung dan 1,7 juta ha kawasan konservasi. Akankah pulau Papua semakin sempit? tidak, fisik pulau begitu luas, tetapi habitat alam dan mahluk hidup menjadi rentan dari sapuan penanam saham ini. Tatkala gunung gresberg terus dibuat teriwongan dan gailan lubang besar-besar nyatanya...Pemerintah Indonesia mewakili ratusan juta penduduk punya utang luar negeri sebesar 61.81 Milyar USD yang harus di keluarkan dari kas APBN negara. Angka ini semakin memprihatinkan bagi keberpihakan negara akan keberpihakan bagi lingkungan hidup, pendidikan, kesehatan dan pembangunan ekonomi.

Akankah efisien dengan kekuatan ekonomi negara bagi kebutuhan hidup warga negara ditengah krisis ekonomi dunia suatu masalah krusial sekarang. inilah fakta, kemandirian bangsa dipertanyakan sejauhmana kemungkinan keberhasilan bagi kesejahteraan rakyat di dalam ruang kepungan globalisasi saat ini.

Pemutusan hubungan kerja ribuan pegawai perusahaan, dibarengi dengan pembentukan daerah pemekaran baru, akankah solutif bagi penanganan pengangguran?. Stimulus eksploitasi tambang sejak masuknya Freeport, merambat kedalam keberpihakan ruang negara begitu besar bagi keberlangsungan investasi ketimbang negara memberi ruang bagi kemandirian bangsa dalam segala hal. Undang-undang tata ruang melegitimasi penggusuran dimana-mana dan keyakinan bagi Freeport untuk menerapkan sistem security di areal penambangannya. Anehnya, security Freeport ( proteksi ) untuk tidak berada di areal tambang saja lebih ketat. Memasuki wilayah Freeport harus mengantongi 12 ijin resmi. Memalukan sekali dimana undang-undang investasi asing justeru memberi kemudahan bagi segenap investasi asing di Indonesia. terbalik bukan?

Realitas negara tidak berpihak kepada kemandirian bangsa inilah, separatisme negara terus menjarah aset rakyat, dan merombak kedaulatan bangsa. separatisme negara sangat mungkin merekonstruksi kemiskinan permanen, tetapi keberadaan kelompok separatis negara ini malah di lindungi negara dan negara memenjarakan rakyatnya yang tidak sepakat dengan separatis negara.

Papua titik penting dalam sejarah keterpurukan bangsa Indonesia. Ia, gara-gara Freeport masuk di Papua, UU PMA di teken penguasa Jakarta sebagai fondasi utama bagi meningginya kelompok separatis negara. Dan gara-gara tuntutan Papua merdeka juga, Otonomi Khusus dan Otonomi daerah di berlakukan dengan stimulus era reformasi. Belumlah kemajuan didapat, demokrasi tidak begitu utama, hak asasi manusia dan ekologi bukanlah ideologi utama bagi para penyelesanggaraan negara yang saya sebut" SEPARATISME NEGARA " dimana PT. Freeport adalah otak dibalik bertumbuhnya benih-benih penghiatan terhadap kedaulatan rakyat Indonesia khususnya rakyat di Papua bagian Barat ( Sorong-Samarai ).

Jumat, 06 Februari 2009

Longsor di Tembagapura, Renggut Dua Nyawa

Kami Sangat Mengharapkan Komentar Anda-Tentag Longsor Tembagapura Papua Ini.Benar Kah Akibat Cuaca Atau Kah Akibat PT.Freeport Indonesia ?

YOGYAKARTA-(Deskpapuabarat.pos)- Dua warga Kampung Kimbeli Distrik Tembagapura meninggal dunia akibat longsor yang menimpa pemukiman mereka, Selasa (3/2) petang sekitar pukul 06.50 WIT. Menurut Vice President PT.Freepor Indonesia bidang Community Realition, Demianus Dimara, bencana longsor yang terjadi di Kimbeli akibat curah hujan yang sangat tinggi dalam satu pekan terakhir.

Kedua warga yang meninggal yaitu Rina Murib (65) dan bayinya yang baru berusia empat bulan. Keduanya merupakan warga Kampung Kmbeli, Distrik Tembagapura.

"Memang benar tadi malam ada bencana longsor di Kimbeli yang mengakibatkan dua warga meninggal," kata Dimara dalam sambutannya saat menghadiri acara pergantian Satgas Amole V kepada Satgas Amole VI di Kuala Kencana.

Setelah kejadian, warga setempat dengan dibantu petugas penyelamat dan security Freeport serta aparat Polsek Tembagapura mengevakuasi korban ke RS Tembagapura.

Kapolres Mimika AKBP Godhelp C Mansnembra kepada wartawan usai mengikuti upacara serah terima Dansatgaspam Amole II di Kuala Kencana Rabu(4/2) membenarkan kejadian tersebut.

Menurut Kapolres lokasi longsor terjadi di Kampung Kimbeli dibelakang kantor Koramil Tembagapura yang jaraknya dekat dengan kota Tembagapura.

Kapolres menjelaskan, longsor terjadi pada jam 06.50 Selasa (3/2), karena selama beberapa hari curah hujan cukup tinggi, dan lokasi longsor memang merupakan daerah rawan longsor karena perbukitan yang cukup terjal. Bahkan bagi warga yang tinggal dilokasi tersebut sudah sering peringatan agar berhati-hati.

Dua warga yang tewas bernama Rina Murib (25) dan bayinya yang baru berumur 2 bulan. Jenasah korban baru dapat dievakuasi Tim Rescue PT Freeport bersama aparat Kepolisian Polsek Tembagapura pada jam 24.00 wit, terlambatnya evakuasi korban karena cuaca buruk dengan kabut tebal serta lokasi yang cukup sulit. Tim Rescue sangat berhati-hati karena ditakutkan akan terjadi longsor susulan, karena hujan masih terus berlangsung,ungkap Kapolres.

Jenasah dua korban longsor usai dievakuasi tim Rescue PT FI, pihak keluarga langsung disemayamkan di rumah duka di Kampung Kimbeli, dan Rabu (4/2) akan dikebumikan.

“ Saat kejadian saya bersama rombongan Kapolda Papua, Irjen Pol Drs FX Bagus Ekodanto bersama perwira tinggi Polda Papua sedang melakukan kunjungan ke Tembagapura,” jelas Mansnembra.(husyen)

Selengkapnya di : papuapos

Korban Kerusuhan Timika Duduki DPRD Mimika

Jumat, 6 Februari 2009 | 09:18 WIB

TIMIKA-(Deskpapuabarat.pos)— Puluhan jiwa korban kerusuhan Timika pada 4 November 2007 sejak tiga hari ini menduduki Kantor DPRD Mimika di Provinsi Papua. Mereka menagih uang ganti rugi yang pernah dijanjikan PT Freeport Indonesia dan Pemda Mimika.

Mereka bertekad terus menduduki kantor wakil rakyat itu hingga tuntutan dipenuhi. Tempat parkir diubah menjadi tempat berteduh dan menginap lengkap dengan kasur dan peralatan memasak.

Pasalnya, tempat tinggal mereka telah dibakar oleh massa saat kerusuhan massa, 4 November 2007, akibat kematian seorang anggota Polsek Mimika Baru. Hingga berita ini diturunkan masih terjadi dialog antara perwakilan korban dan anggota legislatif.

Sumber : Regional

Kamis, 05 Februari 2009

Kapolda Bantah Kasus-kasus Kriminal di Papua "Menggantung"

TIMIKA, (Deskpapuabarat.pos) - Kepala Polda Papua Inspektur Jenderal FX Bagus Ekodanto, Rabu (4/2), membantah kasus-kasus penembakan dan peledakan di wilayahnya hanya tergantung, tak terungkap. Ia mengatakan polisi masih membutuhkan waktu untuk mengungkap kasus-kasus itu.

Dalih Bagus ini diungkapkan kepada wartawan di Timika saat ditanya berbagai peristiwa kriminal yang hingga kini tak kunjung berhasil diungkap atau diekspose polisi.

Beberapa kasus itu ledakan mortir di gardu listrik dekat Bandara Mozes Kilangin Timika, ledakan mortir di jembatan mile 50 menuju areal penambangan PT Freeport Indonesia, dan berbagai kasus penembakan oleh oknum polisi kepada warga sipil. "Nggak lah, di atas juga," ujar Bagus ketika Kompas mengatakan penanganan polisi terhadap kasus-kasus yang terjadi itu tampak menggantung.

Ketika ditanya buktinya polisi berhasil memecahkan kasus itu, Bagus mengatakan, Belum. Khusus mengenai ledakan mortir yang terjadi pada 12 dan 15 September 2008, Kepala Polda mengaku belum dapat memecahkannya. "Tidak mudah. Masalah mortir memang terus terang belum dapat saya ungkap," ujar pemilik dua bintang Polri asal Yogya ini.

Ketika disinggung apakah Polda sengaja menutup-nutupi pemecahan kasus ini, sekali lagi Bagus menjawab, "Nggaklah."

Beberapa sumber terpercaya menduga pelaku kedua kasus peledakan itu profesional. "Pasalnya, semua ledakan tidak menimbulkan kerusakan apa pun. Ledakan ini saya yakin hanya sebagai gertakan dari pihak tertentu yang meminta sesuatu," ujar sumber itu.

Mengungkap kasus peledakan ini seharusnya mudah bagi Polda Papua yang juga telah mengerahkan tim Laboratorium dan Forensik Makassar ke Timika. Pasalnya, di jembatan mile 50 ditemukan barang bukti mortir yang tidak sempat meledak dengan kompor minyak tanah yang diduga sebagai pemicu ledakan. Sepertinya tinggal keberanian dan kemauan saja yang dibutuhkan Polda Papua untuk mengungkap kasus-kasus yang meresahkan masyarakat ini.

Sumber : Kompas

Laporan wartawan Kompas Ichwan Susantoi.


Warga Mimika Minta Pemilu 9 April Digeser

Kamis, 5 Februari 2009 | 09:10 WIB

TIMIKA -(Desk Papua Barat .Pos) Warga Kabupaten Mimika, Papua mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan pemerintah pusat untuk menunda pelaksanaan pemungutan suara untuk memilih anggota legislatif yang dijadwalkan 9 April 2009.

"Tanggal 9 April bertepatan dengan perayaan Kamis Putih bagi umat Kristiani. Kalau Pemilu tetap dipaksakan pada hari itu tentu akan sangat mengganggu kegiatan ibadah umat nasarani," kata Ketua Komisi A DPRD Mimika, Wilhelmus Pigai, SH di Timika, Kamis.
Pigai meminta KPU pusat mempertimbangkan kembali waktu pelaksanaan pemungutan suara terutama di wilayah-wilayah yang mayoritas penduduknya beragama Nasrani seperti Papua, Maluku, NTT, Sulawesi Utara dan beberapa daerah lainnya di Indonesia.

"Khusus di Papua dan daerah lainnya, kami meminta diberikan toleransi berupa pengunduran waktu satu minggu setelah tanggal 9 April 2009," tutur Pigai.

Menurut dia, Pemilu 2009 dengan jumlah parpol dan caleg yang sangat banyak tentu membutuhkan dukungan dan keterlibatan aktif seluruh warga negara yang memenuhi persyaratan sebagai pemilih.

Namun jika pelaksanaan Pemilu bersamaan waktunya dengan hari raya keagamaan maka pasti banyak warga negara yang tidak akan bisa menggunakan hak pilihnya.

"Apalagi setiap pemilih harus mencontreng empat surat suara sekaligus. Proses penghitungan suara di tingkat TPS akan memakan waktu yang sangat lama bahkan sampai malam hari jika terjadi masalah. Kondisi ini harus dipertimbangkan dengan matang oleh KPU Pusat," ungkap Pigai yang juga Ketua DPC PPDI Kabupaten Mimika itu.

Senada dengan Pigai, Direktur Yayasan Hak Azasi Manusia Anti Kekerasan (YAHAMAK) Timika, Yosepha Alomang meminta pemerintah pusat mempertimbangkan kembali waktu pemungutan suara 9 April 2009 karena pada saat yang bersamaan umat Nasrani memasuki Pekan Suci.

"Pemerintah tentu mengedepankan sikap toleransi hidup antarumat beragama di negeri ini agar bisa terus dijaga dan dipertahankan," ujarnya.

Salah satu bentuk sikap toleransi hidup beragama, katanya, adalah menghormati perayaan dan kegiatan peribadatan setiap umat beragama.

"Dengan menetapkan waktu pemungutan suara Pemilu 9 April 2009 sudah tentu mengganggu waktu kegiatan ibadah umat nasrani," tutur Yosepha yang merupakan tokoh penerima piagam perdamaian dan HAM internasional tersebut.

Sumber : Kompas.

Rabu, 04 Februari 2009

Massa Datangi DPRP

JAYAPURA (Desk Papua Barat.Pos)- Sekitar seratusan massa yang tergabung dalam Solidaritas HAM dan Demokrasi Rakyat Sipil Papua, Selasa (3/2) kemarin sekitar pukul 12.30 WIT mendatangi DPRP Papua, menuntut agar Buchtar Tabuni dan Sebi Sembom yang kini ditahan Polda Papua dibebaskan. Setibanya di Kantor DPRP, massa langsung menggelar aksi dengan melontarkan beberapa orasi yang menuntut agar pihak Kepolisian khususnya Polda Papua untuk segera membebaskan Buchtar Tabuni dan Sebi Sembom yang kini ditahan ditempat terpisah dan dalam proses hukum. Pantauan Papua Pos di kantor DPRP, massa tiba dengan menggunakan 4 truk merah sekitar pukul 12.30 WIT setelah sebelumnya melakukan aksi long march sambil berorasi dari lingkaran Perumnas III Waena.

Lalu setelah itu, massa memutuskan ke DPR Papua sambil melintas didepan Mapolda Papua, sambil berorasi menyerukan agar Buchtar Tabuni dan Sebi Sembon dibebaskan tanpa syarat.

Tak hanya itu, setelah massa masuk kedalam halaman Gedung DPRP, Sejumlah massa menutup paksa pintu pagar kantor dan sempat terjadi adu mulut antara pendemo dengan pihak keamanan dari Polresta Jayapura yang tengah berjaga.

Untungnya aksi tersebut, berhasil diredam oleh massa lainnya dan perwakilan pihak keamanan, agar tak meluas menjadi tindakan anarkis. Dengan membawa dua buah spanduk bertuliskan “Martabatkan Hukum, HAM dan Demokrasi, segera bebaskan Buktar Tabuni dan Sebi Sembom”.

Massa melakukan orasi hingga sekitar pukul 14.30 WIT. Karena pada saat demo kemarin kantor DPRP sedang sepi, akhirnya pendemo diterima Wakil Ketua DPRP Paskalis Kossy MM sekitar pukul 14.45 WIT.

Dalam pernyataan sikap Solidaritas HAM dan Demokrasi Rakyat Sipil Papua yang dibacakan Ketua Solidaritas HAM dan Demokrasi Rakyat Sipil Papua, Usama Usman Yokoby menjelaskan, penangkapan terhadap Ketua IPWP Dalam Negeri, Buktar Tabuni dan Sebi Sembon oleh Polda Papua tidak sesuai prosedur penangkapan. Dimana, pada saat penangkapan tanpa menggunakan surat penangkapan yang jelas.

“Mekanisme penangkapan pun tidak memenuhi prosedural dengan mengawali surat pemberitahuan kepada yang bersangkutan, namun melakukan penangkapan selayaknya buronan teroris,” ujarnya dihadapan pendemo dan Paskalis Kossy.

Usman juga menyanyangkan tindakan intimidasi yang dilakukan oknum penegak hukum terhadap Buchtar ketika masih di dalam tahanan Rutan Mapolda 15 Januari lalu dan di LP Abepura baru-baru ini.

“Pemanggilan dan pemeriksan terhadap Ketua Dewan Adat Papua dan Sekjen Presidium Dewan Papua terkait aksi demo 16 Oktober 2008, merupakan bagian dari pembungkaman dan pengalihan perhatian atas kematian Opinus Tabuni yang tak kunjung selesai pengusutan kasusnya,” terangnya.

Dalam kesempatan itu pula Usman menanyakan, mengapa dalam aksi demo 16 Oktober lalu di Expo Waena yang berpotensi makar, aparat penegak hukum tidak membubarkan aksi tersebut, namun malah membiarkan berlangsung adem ayem.

Bertolak dari masalah ini, Solidaritas HAM dan Demokrasi Rakyat Sipil Papua, meminta agar Buchtar Tabuni dan Seby Sembom segera dibebaskan tanpa syarat demi memertabatkan hukum, HAM dan Demokrasi Polda Papua serta Kejaksaan Tinggi Papua.

Kedua, segera hentikan semua bentuk intimidasi hukum dengan terus menerus menuduh rakyat Papua dengan pasal Makar, separatis dan berbagai tuduhan tidak berperikemanusiaan lainnya sebagaimana yang pernah dituduhkan Pemerintah Belanda kepada Presiden Soekarno.

Ketiga, Kapolda segera memeriksa dan menahan Kapolsekta Abepura selaku komandan pengamanan aksi dilapangan dan Dir Intelkam Polda Papua yang saat itu menyaksikan aksi tersebut.

Keempat, mereka menuntut kepada Gubernur Provinsi Papua, DPRP, MRP untuk membuka ruang dialog sebelum pelaksanaan pesta Demokrasi 2009 untuk membicarakan status makar dan sparatis yang diteruskan kepada rakyat Papua.

Kelima, mereka meminta segera menghentikan bentuk provokasi yang terus didorong oleh aparat keamanan membentuk kelompok Merah Putih untuk mengadu domba rakyat semesta Papua dengan mengulani konflik Timor Leste 1999 menjelang pelaksanaan Referendum di tanah Papua.

Sementara itu, Wakil Ketua DPR Papua, Paskalis Kossy usai menerima pernyataan sikap menyampaikan, pihaknya akan melanjutkan aspirasi tersebut atas nama lembaga penyampaian aspirasi. “Kami akan berupaya sebisa mungkin melanjutkan aspirasi tersebut hingga pada yang dituju,” jelas Kossy.

Paskalis meminta kepada para pemdemo agar, apabila ingin berdialog harus menyertakan tokoh masyarakat, tokoh adat dan tokoh agama. Disamping itu, juga perlu diperhatikan warna pakaian yang dikenakan, sehingga akan sedikit dihargai oleh instansi terkait.

“Apabila ingin melakukan dialog, cobalah tidak membawa massa seperti ini, karena pemerintah maupun instansi-instansi terkait agak kesulitan apabila mau menerima dan kalau berdialog harus menyertakan tokoh masyarakat, tokoh adat dan tokoh agama,” tandasnya.(islami)

Sumber : Papuapos

"KANALISASI " Kesehatan Gratis Berbuntut Dugaan Korupsi MENKES RI

Deks Papua Barat, Anggota Komisi IX DPR yang membidangi kesehatan, Hakim Sorimuda Pohan, meminta Menkes mengklarifikasi dugaan korupsi yang terjadi di departemen yang dipimpinnya. Klarifikasi itu penting dilakukan dalam upaya pertanggungjawaban penggunaan anggaran negara. Seperti diberitakan, penelusuran yang dilakukan Pusat Studi Kebijakan Pembangunan Kesehatan Masyarakat (Puskeb- PKM) menyebutkan beberapa proyek di lingkungan Depkes, seperti dana penanggulangan busung lapar/gizi buruk pada 2005 menimbulkan kerugian negara mencapai Rp 14,89 miliar; pengadaan peralatan penanganan flu burung pada 2006 dengan anggaran sekitar Rp 40,66 miliar; pengadaan alat rontgen portable untuk puskesmas di daerah tertinggal, terpencil, perbatasan, pada 2007. (SP 2/2.

Sumber SP menyebutkan, sejumlah dugaan korupsi di lingkungan Depkes dilakukan melalui rekayasa pengadaan kebutuhan proyek, seperti bubur, biskuit, peralatan penanganan flu burung, dan praktik penunjukan langsung atas sejumlah proyek. Untuk program penanggulangan busung lapar/gizi buruk misalnya, pengadaan 1.314.522 kilogram bubur dan biskuit, dilakukan lewat penunjukan langsung dengan alasan keadaan darurat. Padahal, proyek itu sudah direkomendasi Inspektorat Jenderal agar dilakukan dengan pelelangan umum.

Redaksi diatas sangatlah jelas bahwa adanya indikasi penggunaan uang negara tidak tepat sasaran. Jika benar terjadi penyimpangan keuangan negara, maka dapat disimpulkan bahwa kinerja birokrasi Depkes dalam menyukseskan kesehatan gratis bagi masyarakat sangatlah tidak maksimal. Ada yang lebih maju dari menkes dengan membentuk Dewan Kesahatan Rakyat di beberapa wilayah di Indonesia, dengan tujuan dapat mendukung bahkan memangkas dan memperpendek jalur birokratik negara yang dinilai selama ini semakin menjauhkan komitmen dalam memberi pelayanan yang baik bagi warga negara.

Adalah daerah pedalaman yang rentan jauh dari akses kesehatan telah menjadi inti dari kebijakan yang sudah ada. Kondisi ini paling rentan di temukan di wilayah pedalaman yang beitu terisolir pula. Tatkala, pusat perhatian Jakarta memobilisasi dukungan untuk wilayah rentan penyakit mematikan. Busung Lapar di Nabire-Papua pun di patok sebagai wilayah penting bagi sejumlah program dimaksud. Walaupun tak begitu jelas berapa dana yang telah di sentralisasikan, Mobilisasi apapun di Papua membutuhkan budget yang besar karena georafis wilayah yang begitu luas. Sayangnya, masih belum maksimal program dimaksud sudah di blokade dengan isu bahakan dugaan korupsi oleh parlemen senayan.

Kesehatan geratis adalah tujuan yang baik demi kepentingan anak bangsa kedepan. Tetapi karakter kesehatan gratis yang sudah dilakukan belum memenuhi berbagai kenyataan selama ini, buktinya Pelayanan Jaminan Kesehatan Masyarakat justeru tidak maksimal. Kasus di RSUD Kota Sorong bisa memberi fakta terkait yang dimaksud "kanalisasi kesehatan gratis ". Paling banyak data pengguna JamKesMas di RSUD Sorong adalah para pengusaha kelas menegah keatas dan mereka rutin menggunakan kartu jamkesmas untuk berobat rutin di RS pemerintah tersebut.

Artinya, konsep Dewan Kesehatan Rakyat gagasan Siti Fadilah sudah tepat, tetapi masih terbentur dalam segudang kapitalisasi birokrasi kesehatan yang nyatanya mengakar puluhan tahun. Nah, upaya penanganan dalam medekatkan pelayanan bagi masyarakat miskin ini seolah mengutamakan setumpuk data-data ketimbang bergerak cepat dalam memangkas dan menghentikan struktur pelayanan kesehatan di instansi negara selama ini.

Freeport di Timika-Papua punya Rumah Sakit Khusus dan punya tenaga dokter yang handal digaji untuk bekerja melayani pasien pribumi di Rumah Sakit milik Freeport. Kesehatan gratis sudah di berlakukan di Timika, cuma di khususkan bagi tujuh suku pemilik hak ulayat. Pusat kesehatan Masayarakat milik PT. Freeport ini sudah lama berdiri, tetapi sejumlah anak di bawah umur ( Balita ) rentan penyakit menahun seperti Kuli gatal dan gangguan pernapasan akibat dari habitat penduduk tercemar oleh limbah. Warga di distrik Duma dama yang tinggal dibalik gunung Grasberg punya Freeport beroperasi dan warga Kamoro di sepanjang pantai aliran sungai limbah sampai hari ini pun mengalami cacat permanen. Nah, sejumlah relawan kesehatan rakyat yang bernaung di bawah menkes terutama di Papua tidak jelas sasaran dan pengutamaan kesehatan yang bagaimana.

Usia gebrakan yang baru di jalankan, kemudian terbentur dengan dugaan korupsi Menkes, keterpurukan terus melanda dunia kesehatan. Kesehatan Gratis bukan berarti tidak hanya dominasi pendistribusian obat-obatan, tetapi tindakan cepat dalam memangkas jalur birokrasi dan pengurangan berbagai aturan negara yang rentan jauh dari harapan rakyat menikmati kesehatan gratis.

Yang paling mengerikan adalah sampai hari ini pun, negara atas nama kesehatan tidak begitu leluasa masuk di Timika dimana Freeport beroperasi, dimana kepunahan generasi muda Papua diambang jaman sekarang akibat racun limbah dan merusah habitat rakyat di Tanah Amungsa. Mudah-mudahan dugaan korupsi yang dialamatkan kepada Menkes tidak memundurkan semangat kesehatan gratis, dan selanjutnya kanalisasi kesehatan gratis harus dirubah dalam pola dan penanganan yang kredibel. Anda membawa orang miskin yang sakit ke rumah sakit pemerintah adalah cara paling efisien, ketimbang anda menunggu dulu setelah datanisasi dan proses birokratis dilaluinya. Ini yang sudah nyata, kami sudah coba dengan membawa beberapa orang miskin pigi daftar di JAMKESMAS karena kebanyakan mereka tidak tahu alur mendapatlan haknya. Mudah-mudahan pemerhati kesehatan rakyat dapat terus berjuang dan tidak pantang mundur.

Selasa, 03 Februari 2009

" POLDA PAPUA " Kayak Masang Togel

Desk-Opini. Sangat disayangkan prospek penegakan hukum di Indonesia khususnya Tanah Papua. Dari sejumlah aksi penegakan hukum yang dilakukan aparat penegak Hukum seakan tidak lagi di jalur hukum yang benar. inilah akibat utama, pembodohan hukum, penipuan prilaku taat hukum di Papua. Bagaimana rakyat Papua mau sadar hukum kalau penegak hukum seperti POLDA Papua yang menegakan hukum kayak masang togel aja. Otak atik sana sini padahal nomor tra benar semua. Ia, demonstarasi di Jayapura saja selalu di teror, dengan tujuan bisa mendapat bagian "proyek hukum " semata.

Kondisi represif yang terus menukik ini, diperparah lagi dengan tindakan penegakan hukum ala permainan togel dan itulah tradisi penegakan hukum bagi polda. Walaupun masalah kriminalitas dan kerawanan Papua mulai aman, tetapi prilaku aparat yang cenderung otoriter terhadap para mahasiswa dan pemuda yang menuntut hak mereka adalah bukti bahwa ada sebuah proyek raksasa bagi upaya penutupan ruang gerak dan berpolitik bagi anak negeri di Papua.

Kasus yang menimpa Buhtar Tabuni dan Sebi Sabom dari panitia IPWP adalah kenyataan bahwa negara sepertinya tak mau ambil masalah dengan membiarkan kebebasan bagi demokrasi dan HAM terus matang di tanah yang selama ini tertindas dalam berbagai aspek politik dan ekonomi rakyat setempat. Baca; Terkait

Sampai sekarang, diperkirakan ada sekitar ribuan orang Papua yang di kekang ruang kebebasannya baik secara fisik dan moral. Ratusan tahanan di LP Abepura dan ratusan tahanan lainnya yang berada di setiap Lembaga Pemasyarakatan di seluruh Papua menjadi kenyataan, bahwa Pulau Papua itu begitu luar biasa luasnya, tetapi bukanlah luas bagi pemiliknya dan penghuni tanah ini. Tidak ada penduduk luar Papua yang di kirim jadi tahanan di Papua seperti tahanan lainnya di pulau Jawa yang sebagian dititip dari pengadilan luar daerah. Masih ada belasan orang yang juga siap-siap ditahan di Fak-fak dari kasus bintang kejora. Dan masih banyak lagi penduduk di pedalaman Papua ( Puncak Jaya ) yang mengungsi ke hutan akibat penyisiran aparat.

Siapa dalang dibalik pengekangan hak hidup dan kemerdekaan berpendapat ini? Mereka " POLDA Papua " sebagai isntitusi POLRI dan didukung TNI terbukti mengekang nasib hidup dan berekspresi bagi warga Papua yang-KATANYA bagian dari NKRI. Sudah dipastikan, GOLPUT di pemilu 2009 semakin meluas di Tanah Papua. Sangat memberi ruang baru bagi ketidak berhasilan Jakarta ( Pemerintahan ) untuk menyukseskan kesejahteraan dan kemakmuran warga negara. Papua menjadi penting bagi Indonesia bila karakter " TOGEL " bukan jamannya sekarang.

Dandim Kuatir Senjata Rampasan Berpindah Tangan

Jakarta- (deskpapuabarat.pos) -Senjata milik anggota TNI, yang dirampas warga saat kerusuhan di Timika, sampai saat ini belum dikembalikan. Dandim 1710 Mimika Letkol Inf Tri Soeseno menghimbau, warga untuk mengembalikan senjata ke pihak TNI atau ke aparat penegak hukum. Demikian himbauan yang dikeluarkan Dandim 1710 Mimika Letkol TNI Inf Tri Soeseno kepada wartawan di Makodim 1710 Mimika di mile 32. Menurut Dandim kasus perampasan senjata itu seharusnya tiak perlu terjadi.

Sebab senjata tersebut adalah milik Negara, sehingga warga wajib mengembalikan. Dandim kuatir senjata tersebut berpindah tangan ke pihak kedua, sebab bisa disalah gunakan.

”Senjata itu milik negara, sehingga harus dikembalikan kepada aparat,tegas Damdim.

Dandim memberikan toleransi kepada warga yang saat ini masih memegang senjata, dan akan memberikan jaminan kepada warga yang mengembalikan.”Sebelum kami menyerahkan kasus ini kepada penyidik Kepolisian ,maka saya menghimbau agar warga dapat mengembalikan senjata tersebut ke aparat TNI. Dan Dandim khwatir bila kasus ini sudah diserakan kepada Polisi maka pelakunya pasti akan mendapat hukuman sesuai Undang-Undang&quot,”ungkap Dandim.

Dikatakan, pihak TNI sampai saat ini masih memberikan pengertian kepada warga, termasuk sudah melakukan pertemuan dengan beberapa tokoh masyarakat dari Maluku Tenggara (Key).

Inti pertemuan akan menjamin pelaku dan dapat menyelesaikan kasus tersebut secara kekeluarga. Dandim yakin, senjata tersebut masih berada di tangan warga, dan warga tak perlu takut untuk mengembalikan.

Kata Dandim, pihaknya masih memberi batas waktu penyerahan senjata ke aparat hingga hari ini Senin (2/2) pukul 24.00 WIT. “Bila batas waktu belum dikembalikan, maka akan menyerahkan kasus ini ke aparat Kepolisian,”tegasnya.

Sementara itu, Kapolres Mimika AKBP Godhelp C Mansnembra mengegaskan, aparat Kepolisian meminta TNI membuat laporan Polisi terjadinya tindakan perampasan, agar dapat secepatnya diselidiki dan diproses sesuai ketentuan hukum.(husyen)

Sumber : papuapos