Kamis, 05 Februari 2009

Kapolda Bantah Kasus-kasus Kriminal di Papua "Menggantung"

TIMIKA, (Deskpapuabarat.pos) - Kepala Polda Papua Inspektur Jenderal FX Bagus Ekodanto, Rabu (4/2), membantah kasus-kasus penembakan dan peledakan di wilayahnya hanya tergantung, tak terungkap. Ia mengatakan polisi masih membutuhkan waktu untuk mengungkap kasus-kasus itu.

Dalih Bagus ini diungkapkan kepada wartawan di Timika saat ditanya berbagai peristiwa kriminal yang hingga kini tak kunjung berhasil diungkap atau diekspose polisi.

Beberapa kasus itu ledakan mortir di gardu listrik dekat Bandara Mozes Kilangin Timika, ledakan mortir di jembatan mile 50 menuju areal penambangan PT Freeport Indonesia, dan berbagai kasus penembakan oleh oknum polisi kepada warga sipil. "Nggak lah, di atas juga," ujar Bagus ketika Kompas mengatakan penanganan polisi terhadap kasus-kasus yang terjadi itu tampak menggantung.

Ketika ditanya buktinya polisi berhasil memecahkan kasus itu, Bagus mengatakan, Belum. Khusus mengenai ledakan mortir yang terjadi pada 12 dan 15 September 2008, Kepala Polda mengaku belum dapat memecahkannya. "Tidak mudah. Masalah mortir memang terus terang belum dapat saya ungkap," ujar pemilik dua bintang Polri asal Yogya ini.

Ketika disinggung apakah Polda sengaja menutup-nutupi pemecahan kasus ini, sekali lagi Bagus menjawab, "Nggaklah."

Beberapa sumber terpercaya menduga pelaku kedua kasus peledakan itu profesional. "Pasalnya, semua ledakan tidak menimbulkan kerusakan apa pun. Ledakan ini saya yakin hanya sebagai gertakan dari pihak tertentu yang meminta sesuatu," ujar sumber itu.

Mengungkap kasus peledakan ini seharusnya mudah bagi Polda Papua yang juga telah mengerahkan tim Laboratorium dan Forensik Makassar ke Timika. Pasalnya, di jembatan mile 50 ditemukan barang bukti mortir yang tidak sempat meledak dengan kompor minyak tanah yang diduga sebagai pemicu ledakan. Sepertinya tinggal keberanian dan kemauan saja yang dibutuhkan Polda Papua untuk mengungkap kasus-kasus yang meresahkan masyarakat ini.

Sumber : Kompas

Laporan wartawan Kompas Ichwan Susantoi.


Tidak ada komentar: