Minggu, 01 Februari 2009

HEGEMONI MILITER DI TANAH PAPUA

Jakarta, 01 Februari 2009. Struktur teritori militer mendominasi pedalaman dan perkotaan di Papua. Kewenangan Militer dianggap solutif bagi pengamanan wilayah dan juga pengamanan aset negara " Tambang ". Legitimasi Papua dengan bayangan militer sudah membosankan, bahkan sejumlah kalangan menilai keberadaan prajurit TNI-POLRI selama di Papua tidak menjamin keaman rakyat.

Dalam tahun 2008 tiga dari seluruh wilayah di Papua masih rawan sering terjadi tindak kesewenangan menimbulkan kekerasan bagi rakyat ( Baca; Kontras ) dalam analisisnya selama 2008 fakta kekerasan masih ada. Selain data yang di paparkan kontras Papua, situasi sebeanrnya tak menentu. Kebayakan dari data Kontras, korban tindak kekerasan yang terjadi dari Desember 2008 hingga Januari 2009, antara lain Wilinus Kogoya, warga Kampung Yugumbut Distrik Gamelia. Ia adalah korban tewas akibat salah tembak oknum polisi, Jhon Rumbiak di Pos Polisi Pasar Jibama, Wamena pada 28 Desember 2008.

Setiap tahun publik pasti di hebohkan dengan hiruk pikuk konflik. Freeport dan Timika, satuan konflik yang tak ada obat penyelesaian sampai sekarang. Walaupun Timika dan Freeport sampai seluruh Papua di Jaga Militer malah kondidi tidak aman, dan membuktikan harus dikeluarkan militer dari Papua.

Belum kuat kontrol publik di Papua memberi ruang bagi militer untuk jaya. Bayangkan, di tengah kontrol Papua dikendalikan oleh Militer, otomatis ruang kebebasan pasti terbungkam. Dengan kekuatan teritori militer yang dominan inilah, tidak salah jika Para Calon Presiden ataupun GUbernur dan Bupati harus menyepakati sebuah MOU dahulu untuk mendapat suara menang.

Embrio konflik di Papua hampir bernuansa proyek militer. Operasi pengembalian senjata di Tingginambut punya dana juga. Begitu juga, konsentrasi aparat dari berbagai satuan untuk memblokade kota-kota seperti pembubaran posko di Taman Makam They. Sebelumnya, Timika yang pusatnya konflik selama ini kembali terjadi. Dinamika konflik memang sebuah lahan basah yang tidak bisa di atasi, hanya dengan berunding dang menarik semua pasukan dari Tanah Papua menuju kondisi stabilitas sosial yang di dambakan.

Tidak ada komentar: