Jumat, 30 Januari 2009

Indonesia Negara Berbentuk Perusahaan

Jakarta-Desk Papuabarat. Kolaborasi kepentingan korporasi sudah menjadi budaya kebijakan atau bagian dari sistem kebijakan negara hari ini. Adalah Korporatokrasi dari pendekatan ekonomi dan politik yang historis diantaranya dari sisi sosiologis kapitalisme memerlukan wadah yang lebih struktural dan permanen untuk lobbying. Sedangkan dari sisi politik-Korporatokrasi merupakan wadah, yang biasa saja diluar struktur negara, yang dapat menjamin keditaktoran kelas kapitalis; dan dibedakan dengan korporatisme yang merupakan ruang didalam struktur negara. Demikian, Danial Indra Kusuma dalam Jurnal Tanah Air edisi Januari 2009 dipresentasikan dalam diskusi Bulanan yang diselenggarakan oleh WALHI ( Jumat, 30-01-09).

Lebih lanjut cengraman Modal terhadap Negara Indonesia Menurut Arianto Sangaji telah ada di era kolonialisme Indonesia; pra kemerdekaan, orde baru dan reformasi. Awal merebaknya sejumlah pemodal ber-investasi di Indonesia membanjir setelah PT. Freeport berhasil mengantongi ijin kontrak karya dan melucuti Undang-undang pertambangan Asing diawal tahun 1967. Maka pemodal-pemodal asing kemudian semakin eksis dengan dukungan dana dari IMF-BANK DUNIA.

Dani Setiawan, Direktur Koalisi Anti Untang ( KAU-Sekarang ) menulis bahwa lembaga keuangan Internasional mendorong kebijakan deregulasi guna memperkokoh liberalisasi ekonomi di Indonesia melalui transaksi utang luar negeri. Dimana RAPBN Indonesia 2009 pembayaran bunga utang dalam dan Luar Negeri sebesar Rp. 110.327 trilyun. Kemudian pembagian perekonomian Indonesia era Neokolonialisme dibagi menurut kepentingan korporasi internasional. Dan hasilnya adalah Freeport mendapatkan tambang emas dan tembaga di Papua Barat, konsorsium Eropa juga mendapat Tambang Nikel di Papua Barat bahkan kelompok perusahaan Amerika, Jepang dan Perancis mendapat jatah Hutan Tropis di Sumatera, Papua Barat dan Kalimantan, ungkap Dani dalam diskusi yang berlangsung tiga jam.

Lebih dari belasan aktivis dari berbagai kalangan yang hadir semakin panas ketika mendengarkan paparan dan rasionalisasi yang diutarakan dengan beragam fakta menggetarkan.
Perusahaan Asing menguasai lebih dari 85 persen kegiatan eksploitasi minyak dan Gas di Indonesia dengan penyediaan lahan seluas 95 juta hektar. Papar Sallamudin Daeng dan Pius Ginting yang juga turut meberikan materi dalam diskusi terbatas ini. Berbeda dengan penulis sebelumnya, Khalisah Khalid membeberkan bukti korporasi yang kini ber-okestrasi menjelang pemilu. Koorporasi semakin menemukan ruang kemenanganya ketika pengurus negara meberikan penguasaan penuh untuk memainkan peran-peran mereka. Maka, tidak heran jika jelang pemilu, politik regulasi menjadi legalitas borjuasi.

Direktur Nasional WALHI, Berry Nahdian Forqan yang turut memberikan sambutan dalam jurnal mengungkapan solusi bahwa hanya dengan solidaritas dari berbagai komponen massa rakyat yang tertidas; tergusur demi investasi, diberangus demi investasi dan komponen lain yang menginginkan keadaan yang lebih adil dan lestari.

Tidak ada komentar: