Selasa, 27 Januari 2009

Jelang Pemilu, PAPUA "Timika" Memanas

Belum lagi reda konflik di Ambon dan NTB di Papua kembali pecah konflik. Hingga tadi malam situasi Kota Timika, Papua, masih tegang menyusul kericuhan yang terjadi sepanjang hari kemarin. Semua pertokoan memilih tutup dan lalu lintas kota nyaris lumpuh karena ratusan warga memblokade sejumlah ruas jalan, termasuk akses menuju Bandar Udara Moses Kilangin. Kerusuhan itu merupakan ekor dari aksi protes kerabat dan rekan-rekan Simon Fader, yang meninggal akibat terkena serpihan peluru di bagian perut dalam pertikaian di tempat hiburan malam Queen pada Minggu dinihari lalu. Warga menduga peluru itu berasal dari senjata polisi. Demikian Sumber Tempo.

Timika memang sarangnya konflik dan adalah bom waktu konflik sebagai barometer dalam mengukur hari ini kegagalan negara menyatakan keberpihakan atas rakyat yang menginginkan kedamaian dan ketentraman. Kekuatan negara, bila di Timika tak sebanding kekuatan Perusahaan Freeport, dan inilah lagu lama bahwa tambang menjajah negara adalah benar.

Sayangnya, konflik saat ini justeru menyambung dengan rentetan konflik yang terjadi baru baru ini dan menganga di wilayah lainnya. Resolusi konflik hingga pendekatan hukum dan keamanan seakan mandul dan tak lagi bertaring menyelesaikan konflik. Konflik berkepanjangan ini adalah akumulasi keterlibatan komponen innternasional yang terus saja menyatakan keberpihakan terkait keberadaan tambang milik asing di daerah ini, mengakibatkan rakyat sipil menjadi ladang adu domba dan sabotase kepentingan elite.

Padahal, elite Jakarta yang konon menyatakan NKRI harga Mati, justeru tidak lama meninggalkan daerah ini. Adalah Megawati yang baru saja usai kampanye ke Papua. Dan Susilo Bambang Yudhoyono yang berkujung ke Papua juga di Sorong. Perjalanan mentan dan kepala negara ini tidak mampu menyelesaiakan konflik bahkan memberi jaminan bagi rakyat di Papua.

Pemilu menjadi tak berarti jika pembiaran konflik terus matang. Populisme tak ada gunanya meninggalkan keterpurukan. Retorika kampanye dan semangat anti Golput justeru salah kaprah, menjerumuskan rakyat dalam adu domba bukanlah pilihan sejatinya memperjangkan kedaulatan rakyat. Tatkala kedamaian akan berakhir, dengan hegemoni militeristik hengkang di Tanah ini dan sejuta harapan damai adalah bagian hidup yang kami minta.

Desk Papua Barat, menduga persaingan basis antara elit Militer dan Sayap nasionalis Indonesia memicu kemunculan konflik di timika disaat kesiapan negara menyambut Pemilu 2009. Tak ada kemajuan yang baik dengan mengadudomba rakyat tak berdosa, mari duduk bersama, berunding demi penyelesaian masalah di Papua dan Timika khususnya agar terhindar dari karater militeristik dalam menangani konflik.

Tidak ada komentar: