Senin, 12 Januari 2009

BOIKOT DI PAPUA; OTSUS-PEMILU DAN FREEPORT

Oleh

Desk Papua Barat

Tiga hal yang krusial dan menyatukan beragam pandangan berbeda dalam sikap terkini bagi pilihan rakyat di Tanah Papua terus menyatakan keberpihakan atas ketidakadilan yang terus dialami tanpa sebuah perubahan positif. Kenyataan pahit diantaranya diawali dengan masuknya Perusahaan Amerika yang ter-jebloskan oleh Rezim Otoriter Orde Baru diawal tahun 1967 sampai sekarang belum terasakan keadilan atas kehadiran PT. Freeport Indonesia. Rantai kemiskinan, Pemblokiran hak-hak masyarakat Papua dalam kebebasan dan kemerdekaan secara politik dan kekuasaan atas tanah tak lagi seperti dahulu sebelum masuknya FI. Konflik berkepanjangan menjadi barometer terkini, Timika adalah salah satu medan konflik terbesar yang tiap tahunnya tak luput dari bencana konflik.

Tragis, rasa ketidakadilan orang Papua yang telah terkoyak akibat ekspansi multinasional kooporat Amerika, kemudian belum juga menemui rasa keadilan dan kedamaian, kini tuntutan kebebasan rakyat Papua diperhadapkan lagi dengan BOM waktu pemusnahan peradaban Orang Papua. Ya, Delapan Tahun perjuangan menjalankan Otsus di Tanah Papua tatkala menyuburkan praktek ketertindasan pasar ( kapital ) atas suprastruktur peradaban orang Papua yang telah hidup sejak leluhurnya. Bayangkan, keberpihakan Otsus sudah faktanya meniadakan elemen roh Bangsa Papua dan Otsus Papua menyelenggarakan sistem pasar modern. Suatu keniscayaan murahan yang terus dianggap sebagai bentuk solusi mengatasi ketertinggalan orang Papua. Wacana Otsus bagi putra Papua hanlah sentimen murahan yang tak dapat dibuktikan. Adalah pembunuhan ruang kebebasan orang Papua murni praktek-praktek otsus selama ini. Peradaban Papua terus dihancurkan “terpukul mundur” oleh sabotase keberpihakan birokrasi Indonesia atas kaum borjuasi modal. Supermarket berdiri megah di Papua, penduduk Asli Papua merana di pinggiran dan samping supermarket guna menjajakan jualan hasil pertaniannya.

Begitu juga, partisipatif rakyat Papua sejak di caplok kedalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, sudah banyak keikutsertaan orang Papua dalam proses Pemilihan Umum. Dari proses pemilihan umum yang diikuti rakyat Papua sudah secara aktif ikut memilih lima kandidat presiden. Apa yang didapat? Suharto meniadakan hak orang Papua untuk menentukan hak secara bebas terkait proses penambangan di Timika oleh Freeport Amerika. Tat kala juga Daerah Operasi Militer ( DOM ) berlaku di Papua. Era Gusdur memulai babak baru Papua dengan mengembalikan Irian Jaya menjadi Papua. Sayang, komunitas Indonesia anti atas keberpihakan Demokrasi bagi orang Papua. Era Megawati, Tokoh Papua, Alm. Theys Hiyo Eluay terbunuh berbarengan dengan terbunuhnya aktivias HAM Indonesia-Alm. Munir. Susilo Bambang Yudhoyono kemudian menang telak suara di Papua. Sudah ada satu Peraturan Presiden “ PERPRES No.77” menjadi kado penanganan Papua selain Otsus. SBY kemudian menyelenggarakan prospek pendekatan persuasif dimana supratsruktur demokrasi rakyat Papua ter-blokade atas rentetan rekayasa instrumen hukum yang benar-benar bertentangan dengan semangat demokrasi universal.

Kini, membanjirnya partai baru-bercokol dengan partai lama, pemimpin baru-ber-onani kebijakan dengan pemimpin lama, semua bersandiwara atas penyelesaian Papua dan demokrasi di Indonesia dan Papua. Tetapi, tatkala perjuangan menyelesaikan konflik keadilan dan martabat rakyat Papua atas berbagai belenggu ketidakadilan kemudian menjadi tontonan biasa bagi para elite. Jakarta cenderung melempar batu ke alit lokal Papua, sedangkan elite Papua terus di penggal lehernya oleh Jakarta. Bentuk kordinasi buruk semacam ini terus menjauhkan keberpihakan akan keadilan bagi orang Papua. Mentalitas penyelenggaraan sistem kapitalis di Indonesia benar-benar menyembah kaum imperialis semata dengan mengorbankan rakyat sebagai konsekwensi mempertahankan kedudukan nyata.

Freeport tak mungkin menjajah Bangsa Papua dan Indonesia secara Keseluruhan jika aspek hukum bertaring. Otsus tak bisa berpihak bagi keitimewaan Papua jika didominasi kebijakan pasar internasional. Pemilu tak bisa dijalankan, yang ujung-ujungnya menyedot energi rakyat semata untuk mendukung antek-antek penindas. Begitu juga, Identitas orang Papua yang kini menjadi demam otsus hanya akan menjadi sejarah, sebab privasi atas Papua punya ruang bagi pasar internasional. Imperialisme atas Papua menjadi musuh terkini yang terus menelan suprastruktur peradaban Papua. Bayang-bayang kejahatan Freeport-Otsus dan Proses Pemilu, tiga hal yang menonjol hari ini di Tanah Papua dan meyakinkan keberpihakan rakyat Papua untuk tak lagi mampu menyatakan keberpihakannya. Pilihan atas semuanya, adalah polemik dan jeritan getir orang Papua. Lumbung konflik jangan dibiarkan, jawaban atas tuntutan perjuangan Nasional Papua menjadi kebutuhan sekarang untuk di runding bersama demi kemanusiaan-Demokrasi dan Kedaulatan Ekonomi maupun Politik sebuah Bangsa..


Desk Papua Barat adalah Meja Runding Papua, Mari Berunding Satu Hal dan Gapailah Satu Perubahan.

Deskpapuabarat.blogspot.com

deskpapuabarat@gmail.com

Tidak ada komentar: