Rabu, 07 Januari 2009

PAPUA DALAM PEMBLOKIRAN DEMOKRASI

DESK-Kebebasan orang Papua sudah menjadi cita-cita berbagai elemen Bangsa. Cita-cita dan semangat mendorong dinamika demokrasi di Papua nyatanya terus diperhadapkan dalam agen pemukulan dan penguburan gerakan rakyat semesta. Ranting kemerdekaan universal juga bernama Papua Barat, maka tidaklah manusiawi, gerakan Papua Merdeka menjadi pilihan luar yang dapat di dorong secara baik. Mengakibatkan sejumlah suprastruktur rakyat Papua hanya rapuh dalam tatanan dan semangat keberpihakan akan kemerdekaan rakyat.

Indonesia, salah satu Negara Islam terbesar di Asia Renggara secara institusianal “ belum ada UU “ telah melancarkan gerakan mendukung pentingnya kemerdekaan bagi rakyat Palestine. Tetapi gerakan Papua Merdeka dalam Negara Indonesia tak mampu dihadapi Indonesia. Demokrasi-Kemerdekaan dan kebebasan adalah perjuangan-Nya Susilo Bambang Yudhoyono terhadap rakyat di Palestina. Maka, perjuangannya Papua merdeka tak boleh dilarang SBY juga.

Eksplorasi imperialis Internasional dan Jakarta atas Bumi Papua mengedepankan sejumlah alat. Rekayasa kebijakan Aturan anti demokrasi di Papua adalah dominasi berbagai kebijakan riil atas rakyat Papua. Tidak hanya di Jakarta, Jayapura dan Manokwari tiga wilayah politik yang dalam penanganan masalah kerakyatan mengedepankan pemekaran birokrasi disbanding keberpihakan atas kedaulatan orang Papua.

Kalangan radikalis Papua kadang salah kaprah. Cita-cita mengedepankan identitas orang Papua tetapi kemudian menutup dada atas kebingisan kaum kolonialis nyata di Papua. Bicara entitas Papua, tetapi komitmen menuntaskan kasus Freeport tidak dapat di rasio dimanakah entitas Papua dan dominasi Kapitalisme atas Papua.

Rekayasa Suaka 43 Warga bukti kemenangan Imperialis

Imperialisme atas Papua adalah baying-bayang menakutkan dan menggetarkan publik. Demokrasi dicaplok, gerakan dibunuh dengan pengalihan isu dan provokasi merdeka yang tak beralasan. Perjuangan menempatkan Perusahaan Freeport yang nyatanya meniadakan sejumlah hak rakyat Papua, kepentingan politik dan ekonomi orang Papua menjadi merana dan tak dapat didudukan secara baik oleh sejumlah kalangan pemerhati. Dominasi modal itu, pembiayaan atas gerakan rakyat imitasi menjadi keharusan perjuangan kaum imperialis Papua.

Rekayasa menakjubakn adalah, Suaka politik 43 Warga Papua. Orang Papua ini diperalat Kapitalis Freeport yang bergerak dalam baju Papua merdeka kemudian memobilisasi gerakan suaka untuk bertujuan mengalihkan isu dari masalah Freeport yang sedang diperjuangkan orang Papua. Kasus Freeport dalam usaha penyelesaiaan yang bermartabat, kemudian terpukul dengan kerja-kerja suaka politik. Dinamika suaka menjadi kenyataan kebohongannya. Tak ada output politik bagi kepentingan orang Papua dalam reaksi suaka. Yang ada hanya sejarah pengakuan pemaksaan yang dilontarkan peserta suaka yang telah pulang. “kami di tipu katanya ke Australia tuk Papua Merdeka, padahal sampai disana trada apa-apa” . Rintihan semacam begini sudah banyak terjadi dan sejumlah kubu tak karuan menyebutkan Papua Merdeka.

Agen anti demokrasi, mereka berjya dalam suprastruktur kolonialisme Jakarta, imperialism Global. Tiga dari LSM Lokal di Papua disinyalir didanai oleh Divisi Lima Badan Intelejen Negara Indonesia. Empat dari Gerakan rakyat Papua merdeka, telah terkooptasi dalam usaha-usaha mem-proyekaan Papua secara sistematis. Papua merdeka menjadi tunggang-menunggang. Papua medeka menjadi alasan pengoperasian kemanan dan legitimasi kehadiran milter di Papua. Apa yang berbeda dari pejuangan Papua Merdeka sehingga terus saja kehadiran militer di setujui…?

Broker demokrasi dan kemerdekaan di Tanah Papua berada dalam garis melakukan sejumlah agenda provokatif saja, usaha-usaha menyatakan kemerdekaan dengan landasan suprstruktur rapuh. Budaya meng-kanalisasi Papua bebas dari penjajahan sudah mulai matang. Demokrasi hanya jargon…Kemerdekaan hanyalah ilusi dan persatuan menjadi gelora gerakan yang tak punya ilham kemerdekaan sejati.

Pernyataan demokrasi harus dibarengi dengan sikap dan mentalitas yang kokoh. Kerapuhan kemerdekaan berawal dari keberpihakan patriot dalam menyuplai dan mendukung dilakukannya usaha-usaha kanalisme demokrasi. Gelora rekayasa suaka orang Papua, kini dilakukan terulang dengan bombardir isu referendum Papua. Gerakan bikin takut orang Papua, meniadakan prospek perjuangan riel.

Produksi Luar Negeri berbendera Papua Merdeka “WPNA-WPCNL-IPWP”

Mau atau tidak mau, tiga nama diatas adalah sejarah organisasi yang katanya untuk Papua tetapi lahir di Australia, Vanuatu dan Inggris. Papua adalah wilayah yang dengan begitu luasnya, kehidupan politik maupun aktivitas demokrasi bisa diminimalisir untuk menciptakan ruang yang baik bagi dinamika gesekan politik bagi pembebasan rakyat.

Frame ideology tak ditemukan dalam peluncuran organisasi dimaksud. Sensasi demokrasi, pemerintahan dan bombardir aspek Politik Papua dengan Perjuangan Timur Leste itulah alasan sensasional didirikannya organisasi berbaju Papua merdeka di luar negeri. Aspek social orang Papua yang patronize mampu di olah dalam situasi keinginan membebaskan diri mereka. Masyarakat yang haus akan kemerdekaan tak bisa dibatasi dalam ruang-ruang kampanye nasib mereka. Tetapi, ini namanya pembodohan demokrasi dan eksploitasi cita-cita kemerdekaan. Tangan-tangan pendukung imoerialisme, haru dibatasi dalam ruang dan gerakan hari ini. Gerakan Universal mengiyakan kemerdekaan. Jamannya imperialism tak dibolehkan bersetubuh dalam ranah kemerdekaan rakyat. Hentikan perjuangan merdeka yang terus larut dalam ruang imperialis itu… pastikan kemenangan rakyat secara mutlak, jauh dari imitasi demokrasi dan kanalisasi merdeka.

Globalisasi sudah nyata meniadakan suprastruktur orang Papua-Supermarket berdiri megah, Petani Papua merana dipinggiran Jalan dan dibawah pertokoan tanpa ruang dan kesempatan baginya dengan penyediaan pasar tradisional. Begitu juga, bombardier Refrendum bagi Papua pasca IPWP di Inggris mengumpulkan sejumlah aktivis berkeliaran di Taman Makam Theys di Sentani Papua. Pemerintahan Transisi oleh WPCNA di Australia sekian aktivis ditahan di Manokwari. Dan perjuangan menggolkan rezim pemerintahan di Vanuatu melahirkan WPCNL.

Apa yang terjadi?. Gerakan-gerakan produksi luar negeri meniadakan gerakan dalam negeri Papua. Sejumlah gerakan Papua terkooptasi dengan agen-agen imperialis internasional berwajah Papua. Freeport terus Berjaya dengan gagasan-gagasan kapitalisme atas Tanah Papua. Terus menguasai pasar, menguasai lahan orang Papua, terus menguasai emas dan tembaga orang Papua. Kantong-kantong kehidupan orang Papua sudah bergeser dan berada dalam tangan kaum kapitalis internasional. Papua begitu luas daerahnya, rakyatnya terpukul mundur mendiami pedesaan dan pinggiran. Ruang-ruang perkotaan adalah asset dominasi pasar “capital”. Kenyataan Negara yang berpihak pada kepentingan imperialism menghancurkan suprstruktur rakyat. Dinamika ini sudah dijalankan dalam periode pelaksanaan Otonomi Khusus Papua. Tujuh puluh Lima persen ( 75% ) penduduk Papua adalah tertinggal secara ekonomi dan akses kebutuhan pasar. Negara merdeka adalah kebutuhan menumbuhkan keberpihakan terhadap rakyat.

Rakyat tertinggal dalam segala hal kebutuhan mereka hari ini, dimanakah kepentingan Papua menuju merdeka sedangkan keberpihakan elemen Papua hanya terjebak dalam agenda-agenda perubahan yang diluncurkan dari Negara luar. Dukung perjuangan didalam Papua, sebagai konsekwensi mengikis terpukulnya ruang demokrasi. Keberpihakan Papua boleh saja di luar Papua, tetapi berpihaklah kepada Papua dan bukan agen imperium internasional.

By Desk Papua

1 komentar:

elnino araujo mengatakan...

informatif, terima kasih telah berbagi informasi dan penting ini.

salam hangat dari meja KpSHK
nino