Sabtu, 10 Januari 2009

Analisis Akhir Tahun 2008 Otonomi Daerah, Jorjoran Tuntut Pemekaran

Jawa Pos
[ Senin, 29 Desember 2008 ]
Ada sejumlah masalah yang masih mengganjal pelaksanaan otonomi daerah (otda) 2008? Berikut analisis akhir 2008 The Jawa Pos Institute of Pro-Otonomi (JPIP) yang ditulis Hariatni Novitasari.
---
Empat masalah utama menjadi catatan JPIP sepanjang 2008. Pertama, pemekaran yang tidak terbendung. Sejak lembar Januari 2008 dibuka, Dewan Perwakilan Daerah (DPR) telah mengesahkan enam undang-undang tentang pembentukan daerah baru. Yaitu, Kabupaten Mambremo Tengah, Kabupaten Yalimo, Kabupaten Lanny Jaya, Kabupaten Nduga, Kabupaten Puncak, dan Kabupaten Dogiyai. Keenam kabupaten tersebut berada di Papua.

Kemudian, disusul 12 undang-undang pembentukan daerah baru pada 21 Juli 2008. Selain itu, disahkan UU Nomor 35/2008 tentang Penetapan Perpu Nomor 1/2008 menjadi UU tentang Perubahan atas UU Nomor 21/2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Dalam regulasi itu disebutkan bahwa saat ini otsus meliputi dua provinsi, Papua dan Papua Barat. Sebagai catatan, untuk otsus di tiga provinsi (Papua, Papua Barat, dan Aceh), pemerintah mengalokasikan dana otsus Rp 8,7 triliun pada 2009.

Pemekaran ternyata tidak cukup sampai di sini. Meski, dalam sidang paripurna Dewan Perwakilan Daerah (DPD) pada 22 Agustus presiden menyampaikan perlunya dilakukan evaluasi terhadap pemekaran. Sebab, sejak dilakukan kali pertama pada 1999, belum sekali pun pemerintah mengevaluasi daerah-daerah hasil pemekaran.

Padahal, pemerintah sebenarnya sudah membuat dua instrumen evaluasi. Yaitu, PP 78/2007 tentang Pembentukan, Penggabungan, dan Penghapusan Daerah dan PP 6/2008 tentang Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (EPPD). Kalau kedua regulasi itu dilaksanakan, akan bisa dibuat pertimbangan. Apakah daerah pemekaran layak tetap menjadi daerah otonom ataukah harus dilakukan penghapusan dan kemudian digabungkan dengan daerah lain.

Berdasar hasil penelitian Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan United Nations Development Program (UNDP) yang dirilis Juli 2008 menunjukkan kegagalan pemekaran. Sebab, daerah-daerah hasil pemekaran tidak bisa berkembang, sebagaimana daerah induknya. Riset itu dilakukan terhadap enam provinsi dan 72 kabupaten/kota di Indonesia selama 2002-2007. Terdapat empat bidang kajian, yaitu ekonomi daerah, keuangan daerah, pelayanan publik, dan aparatur di daerah.

Sekarang pemekaran tidak lagi didasarkan pada peningkatan pelayanan publik. Karena selama ini, yang meminta pemekaran adalah daerah-daerah yang jauh dari pusat pemerintahan (daerah induk) dan tidak mendapatkan pemerataan pelayanan pubik. Kenyataannya, pertimbangan pemekaran sekarang menjadi bukan pertimbangan pelayanan publik atau pemerataan pembangunan, tetapi kepentingan elite nasional dan elite lokal.

Akan tetapi, kondisi tersebut tidak menyurutkan langkah DPR untuk kembali melahirkan daerah baru pada akhir Oktober. Sebanyak 12 UU baru ditelurkan dalam sidang paripurna. Pada tahun ini, total telah terjadi pembentukan 30 daerah baru. Dua kota dan 28 kabupaten.

Pemekaran paling banyak terjadi di Papua. Selama 2008 telah lahir delapan daerah baru. Disusul Sumatera Utara sebanyak lima daerah. Kemudian tiga daerah baru lahir di Lampung dan dua daerah masing-masing di Sulawesi Utara dan Maluku. Provinsi-provinsi yang memiliki satu daerah baru adalah Jambi, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan, Kepulauan Riau, Maluku Utara, Papua Barat, serta Bengkulu dan Banten. Dengan demikian, di Indonesia sekarang terdapat 33 provinsi, 396 kabupaten, dan 93 kota.

Konsekuensi pemekaran jelas makin memberatkan beban anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) untuk membiayai daerah-daerah baru tersebut. Baik untuk pembiayaan aparatur baru, infrastruktur seperti perkantoran baru, ataupun anggaran pelayanan publik. Karena itu, ada baiknya pemerintah menghentikan dulu pemekaran pada 2009 sampai selesai dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaan otda dan pemekaran. (mk/email: hnovitasari@ jpip.or.id )

Tidak ada komentar: